Berita

Instagram Meta, Tiktok, dan Snapchat/Net

Dunia

TikTok, Snapchat, dan Meta Kecam Putusan Australia Larang Anak-anak Main Medsos

JUMAT, 29 NOVEMBER 2024 | 13:17 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Keputusan parlemen Australia untuk melarang anak-anak di bawah 16 tahun mengakses platform media sosial mendapat kecaman dari berbagai pihak terkait.

Undang-undang pelarangan yang baru disahkan di parlemen dan tengah ditinjau di senat itu akan membuat platform termasuk TikTok, Facebook, Snapchat, Reddit, X, dan Instagram dikenakan denda hingga 49,5 dolar Australia atau Rp511 miliar jika gagal mencegah anak-anak mengakses media sosial.

Meta Platforms yang membawahi Facebook dan Instagram menilai undang-undang tersebut dibuat dengan terburu-buru tanpa melihat regulasi yang mereka buat untuk memastikan keamanan konten bagi anak di bawah umur.


"Kami prihatin dengan prosesnya, yang terburu-buru mengesahkan undang-undang tersebut sambil gagal mempertimbangkan bukti dengan benar," kata Meta dalam sebuah pernyataan, seperti dimuat AFP pada Jumat, 29 November 2024.

Seorang juru bicara Snapchat menyatakan perusahaan telah menyampaikan kekhawatiran serius tentang undang-undang tersebut dan masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang cara kerjanya.

Namun, perusahaan mengatakan akan bekerja sama erat dengan pemerintah untuk mengembangkan pendekatan yang menyeimbangkan privasi, keamanan, dan kepraktisan.

Platform video TikTok mengaku kecewa dengan undang-undang pelarangan medsos bagi anak tersebut.

"Sangat mungkin larangan tersebut akan mendorong kaum muda ke sudut-sudut internet yang lebih gelap di mana tidak ada pedoman komunitas, alat keselamatan, atau perlindungan," kata juru bicara TikTok.

Namun, semua partai besar Australia mendukung larangan tersebut.

Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan kaum muda Australia harus meninggalkan ponsel mereka dan pergi ke lapangan sepak bola dan kriket, lapangan tenis dan netball, di kolam renang.

Albanese mencatat larangan tersebut mungkin tidak diterapkan dengan sempurna, seperti halnya pembatasan alkohol yang ada. Tapi ia yakin telah mengambil langkah awal yang benar.

"Kami mendukung Anda, itulah pesan kami kepada para orang tua Australia," kata dia.

Sayangnya undang-undang tersebut hampir tidak memberikan rincian tentang bagaimana aturan akan ditegakkan.

Uji coba metode untuk menegakkan tindakan tersebut akan dimulai pada bulan Januari dan larangan tersebut akan berlaku dalam setahun.

Beberapa pihak, termasuk Senator Partai Hijau Sarah Hanson-Young, mengecam RUU tersebut, dengan mengatakan bahwa para baby boomer mencoba memberi tahu kaum muda bagaimana internet seharusnya bekerja.

"Jelas juga bahwa orang-orang yang telah menyusun dan memperjuangkan elemen-elemen tertentu dari RUU ini sebenarnya tidak tahu bagaimana kaum muda berinteraksi dengan internet," ujarnya.

Sunita Bose, direktur pelaksana badan industri digital DIGI, mengatakan bahwa rincian lebih lanjut tentang bagaimana aturan akan ditegakkan perlu diberikan.

"Kami memiliki RUU tersebut tetapi kami tidak memiliki panduan dari pemerintah Australia tentang metode yang tepat yang harus digunakan oleh sejumlah besar layanan yang tunduk pada undang-undang ini," kata dia.

Negara-negara lain kemungkinan akan mengamati dengan seksama untuk melihat bagaimana undang-undang ini ditegakkan. Banyak dari mereka yang berpikir untuk membuat larangan serupa.

Pada bulan Juni, Spanyol mengusulkan undang-undang yang menaikkan batas usia orang yang menggunakan media sosial dari 14 menjadi 16 tahun.

Tahun lalu, Prancis mengusulkan larangan media sosial bagi pengguna di bawah usia 15 tahun, tetapi banyak yang dapat menghindarinya dengan izin orang tua.

Sementara itu, Amerika Serikat, selama beberapa dekade, telah mewajibkan perusahaan teknologi untuk meminta izin orang tua untuk mengakses data pengguna di bawah usia 13 tahun.

Tiongkok telah membatasi akses bagi anak di bawah umur sejak tahun 2021, dengan anak di bawah usia 14 tahun tidak diperbolehkan menghabiskan lebih dari 40 menit sehari di Douyin, TikTok versi Tiongkok.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya