Berita

(kiri-kanan) Teguh Santosa, Dino Patti Djalal, dan Desi Fitriani dalam workshop Jurnalisme Damai United Tractors di Semarang, Selasa, 22 Oktober 2024/Ist

Politik

Workshop United Tractors

Mengupas Peran Wartawan di Daerah Konflik

RABU, 23 OKTOBER 2024 | 11:29 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Seorang jurnalis dalam tugas peliputan seputar konflik bisa seperti dua mata pisau. Wartawan dapat berperan menjadi faktor yang meredakan konflik, namun bila tidak berhati-hati juga bisa menjadi faktor yang membuat konflik semakin buruk.

Maka dari itu, dibutuhkan kemampuan jurnalistik yang memadai sehingga pesan perdamaian dapat disampaikan dengan baik dan diterima dengan baik pula.

Demikian antara lain yang dikupas dalam workshop bertema "Merajut Keberagaman, Menjunjung Kesatuan, dan Menjaga Perdamaian untuk Berkelanjutan” yang digelar United Tractors Group di Hotel Tentrem, Semarang, Selasa malam, 22 Oktober 2024.

Workshop tersebut diikuti sekitar 50 wartawan media nasional dan lokal Jawa Tengah menghadirkan pembicara Dutabesar, Dino Patti Djalal, wartawan senior Metro TV, Desi Fitriani dan dimoderatori Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa.

Desi Fitriani dalam kesempatan tersebut membagikan cerita mengenai liputan konflik di sejumlah negara, seperti di Gaza, Palestina, Mindanao Selatan, Filipina, dan Timor Leste.

Liputan konflik lain yang tidak bisa dipisahkan dari Desi adalah konflik Papua dan konflik Aceh. Desi membagikan potongan berita yang memperlihatkan dirinya berada di garis depan konflik, di antara peluru yang berdesing.

Desi mengingatkan, wartawan yang melakukan liputan di wilayah konflik wajib memiliki pemahaman mengenai dinamika konflik yang terjadi, termasuk akar konflik dan aktor-aktor dalam konflik berikut tuntutan-tuntutan mereka.

Sementara itu, Dino Patti Djalal yang pernah menjadi Dubes RI di Amerika Serikat dan Wakil Menteri Luar Negeri memaparkan tujuh peristiwa yang memperlihatkan kemampuan diplomasi Indonesia dalam menyelesaikan konflik baik yang terjadi di luar negeri maupun di dalam negeri.

Pertama, keberhasilan Indonesia mendapatkan hak kedaulatan atas Irian Barat dari Belanda pada tahun 1962. Lalu keberhasilan diplomasi Indonesia sejak era 1960an dalam memperjuangkan konsepsi Laut Nusantara yang akhirnya dituangkan dalam Konvensi dan Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.

Kasus ketiga adalah normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia di tahun 1966, setelah pada era Bung Karno sebelumnya Indonesia memandang Malaysia sebagai proyek neokolonialisme Inggris di kawasan.

Kasus keempat adalah keterlibatan aktif Indonesia dalam menyelesaikan konflik politik dan kemanusiaan di Kamboja tahun 1991. Lalu kasus penyelesaian Timor Timur yang kini menjadi negara Timor Leste di tahun 1999.

Kasus berikutnya, proses perdamaian di Aceh tahun 2005. Dan terakhir, upaya Indonesia melalui Presiden Joko Widodo melibatkan diri dalam perdamaian antara Rusia dan Ukraina tahun 2022.

Dalam setiap kasus itu, ada pelajaran-pelajaran penting yang dapat dipetik. Sejumlah kasus berhasil diselesaikan dengan baik. Misalnya peranan Indonesia dalam perdamaian di Kamboja.

“Saya belajar dari Pak Ali Alatas (Menlu RI 1988-1999), dia tidak melakukan ini (mengupayakan perdamaian di Kamboja) untuk kredit. Beliau negarawan sejati, low profile, benar-benar bekerja untuk perdamaian secara tulen," kata Dino.

Di akhir diskusi, Teguh Santosa mengatakan, salah satu masalah yang dimiliki wartawan dalam melakukan liputan konflik adalah persepsi bahwa konflik harus berakhir dengan kemenangan salah satu pihak dan kekalahan pihak lainnya.

Wartawan senior sekaligus penulis buku Perdamaian yang Buruk Perang yang Baik serta Buldozer dari Palestina menekankan bahwa combative lense tersebut harus ditanggalkan agar wartawan dapat melihat situasi konflik dengan lebih jernih.

Menghilangkan persepsi konflik harus berakhir dengan kemenangan salah satu pihak ini juga bisa menghadirkan sisi lain yang lebih humanis dan juga menawarkan alternatif solusi.

"Selain itu wartawan perlu juga perlu meng-upgrade writing skill atau reporting skill,” ujar Teguh yang juga dosen hubungan internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta ini.

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

Jejak S1 dan S2 Bahlil Lahadalia Tidak Terdaftar di PDDikti

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:30

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

UI Buka Suara soal Gelar Doktor Kilat Bahlil Lahadalia

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:21

Hikmah Heboh Fufufafa

Minggu, 20 Oktober 2024 | 19:22

Begini Kata PKS Soal Tidak Ada Kader di Kabinet Prabowo-Gibran

Minggu, 20 Oktober 2024 | 15:45

UPDATE

BSD Kantongi Rp6,84 Triliun dari Prapenjualan Properti

Senin, 28 Oktober 2024 | 16:02

Pukulan Keras Ilia Topuria Tumbangkan Max Holloway di UFC 308

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:53

Ipda Rudy Soik: Bapak Kapolda Orang Baik, Tapi Informasi Sampai ke Beliau Tidak Benar

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:30

HUT ke-20, UCLG ASPAC Komitmen Ciptakan Kota Ramah Lingkungan, Digital, dan Berteknologi Tinggi

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:29

Baleg DPR Gelar Rapat Pleno, Ini Agendanya

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:22

Ekonom Sebut Pemerintah Tak Boleh Asal Bantu Selamatkan Sritex

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:16

Direstui Jokowi Jadi Parpol, Projo Harus Buktikan Punya Banyak Pasukan

Senin, 28 Oktober 2024 | 14:59

Retret Kabinet Merah Putih di Akademi Militer Jadi Sorotan Media Asing

Senin, 28 Oktober 2024 | 14:55

Kapolda Sulteng Diingatkan DPR Sering-sering Main ke Tahanan

Senin, 28 Oktober 2024 | 14:48

Awal Pekan, Mayoritas Harga Bahan Pokok Naik

Senin, 28 Oktober 2024 | 14:45

Selengkapnya