Presiden Peru Alejandro Toledo/Net
Pengadilan Peru memvonis mantan Presiden Peru Alejandro Toledo dengan hukuman 20 tahun dan enam bulan penjara karena kasus korupsi yang melibatkan raksasa konstruksi Brasil Odebrecht.
Hukuman tersebut dijatuhkan setelah pertikaian hukum bertahun-tahun termasuk perselisihan mengenai apakah Toledo, yang memerintah Peru dari tahun 2001 hingga 2006, dapat diekstradisi dari Amerika Serikat.
Hakim Inés Rojas menyebut Taledo sebagai penipu karena menyalahgunakan dan mengeksploitasi aset negara.
"Toledo memiliki kewajiban untuk bertindak dengan netralitas mutlak, melindungi dan menjaga aset negara, menghindari penyalahgunaan atau eksploitasi aset tersebut, tetapi ia tidak melakukannya," ujarnya, seperti dimuat
TIME pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Odebrecht, yang membangun beberapa proyek infrastruktur paling penting di Amerika Latin, mengaku kepada otoritas AS pada tahun 2016 telah membeli kontrak pemerintah di seluruh Peru dengan suap yang besar.
Investigasi oleh Departemen Kehakiman AS melibatkan penyelidikan di beberapa negara, termasuk Meksiko, Guatemala, dan Ekuador.
Di Peru, otoritas menuduh Toledo dan tiga mantan presiden lainnya menerima pembayaran dari raksasa konstruksi tersebut. Mereka menuduh Toledo menerima 35 juta dolar AS dari Odebrecht sebagai imbalan atas kontrak untuk membangun jalan raya sepanjang 650 kilometer (403 mil) yang menghubungkan Brasil dengan Peru selatan.
Hakim Rojas pada satu titik membacakan sebagian kesaksian dari mantan eksekutif Odebrecht di Peru, Jorge Barata, yang mengatakan kepada jaksa bahwa mantan presiden tersebut meneleponnya hingga tiga kali setelah meninggalkan jabatannya untuk menuntut agar ia dibayar.
Toledo tampak menundukkan pandangannya dan menatap tangannya saat Rojas membacakan pernyataan penuh umpatan yang diceritakan Barata kepada jaksa.
Toledo membantah tuduhan terhadapnya. Pengacaranya, Roberto Siu, mengatakan kepada wartawan setelah sidang bahwa mereka akan mengajukan banding atas hukuman tersebut.
Toledo, 78 tahun, pertama kali ditangkap pada tahun 2019 di rumahnya di California, tempat ia tinggal sejak tahun 2016, ketika ia kembali ke Universitas Stanford, almamaternya, sebagai peneliti tamu untuk belajar pendidikan di Amerika Latin.
Awalnya, ia ditahan dalam sel isolasi di penjara daerah di sebelah timur San Francisco, tetapi dibebaskan dan menjalani tahanan rumah pada tahun 2020 karena pandemi COVID-19 dan kesehatan mentalnya yang memburuk.
Ia diekstradisi ke Peru pada tahun 2022 setelah pengadilan banding menolak tantangan atas ekstradisinya dan ia menyerahkan diri kepada pihak berwenang. Sejak saat itu, ia tetap menjalani penahanan preventif.