Berita

Pengerukan pasir laut/Net

Bisnis

Polemik Ekspor Pasir Laut, Kerugian Lingkungan Lebih Besar dari Penerimaan Negara

KAMIS, 19 SEPTEMBER 2024 | 11:36 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali membuka ekspor pasir laut setelah 20 tahun dihentikan, terus menuai penolakan dari berbagai pihak. 

Dalam keterangannya, kepala negara itu menjelaskan bahwa yang diekspor bukan pasir laut melainkan sedimen laut, berupa campuran tanah dan air. Namun, banyak pihak yang tetap menyoroti dampak negatif dari kebijakan tersebut.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai bahwa pengambilan pasir laut, apapun bentuknya, tetap membawa risiko besar terhadap kerusakan lingkungan dan masyarakat pesisir.

Menurutnya, pengerukan pasir laut bisa menyebabkan kerusakan ekosistem laut, mempercepat tenggelamnya pulau-pulau, hingga membahayakan nelayan yang kehilangan akses untuk melaut. 

“Pengerukan pasir laut memicu dampak  buruk terhadap kerusakan lingkungan dan ekologi laut, menyebabkan pulau-pulau tenggelam, dan meminggirkan nelayan yang tidak dapat melaut lagi,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (19/9).

Lebih lanjut, Fahmy menekankan jika alasan membuka keran ekspor untuk meningkatkan penerimaan negara, namun sayangnya hal tersebut tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. 

“Kementerian Keuangan sendiri sudah mengaku selama ini penerimaan negara sangat kecil dari hasil ekspor laut, termasuk pasir laut. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk ekspor pasir laut jauh lebih besar ketimbang pendapatan yang diperoleh, sehingga ekspor pasir laut itu tidak layak,” tegasnya.

Meski tidak ada angka pasti yang disebut, namun dikatakan bahwa pendapatan dari ekspor ini hanya memberikan "secuil" penerimaan untuk negara, sementara biaya untuk menanggulangi kerusakan lingkungan jauh lebih besar?.

Ia memperingatkan bahwa biaya yang dihadapi mencakup kerusakan ekosistem laut, tenggelamnya pulau-pulau, serta dampak sosial bagi masyarakat pesisir yang kehilangan mata pencaharian. 

Menurut Fahmy, kebijakan ini lebih banyak menguntungkan negara tetangga, terutama Singapura, yang berpotensi membeli pasir laut Indonesia untuk keperluan reklamasi lahan.

“Wilayah daratan negeri Singa akan semakin meluas sebagai hasil reklamasi yang ditimbun dari pasir laut Indonesia. Kalau ini terjadi, tidak bisa dihindari akan mempengaruhi batas wilayah perairan antara Indonesia dan Singapura,” pungkasnya.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Sehari Usai Pencoblosan, Pj Gubernur DKI Lantik Walikota Jakpus

Kamis, 28 November 2024 | 22:00

Timses Zahir-Aslam Kena OTT Dugaan ‘Money Politik’ di Pilkada Batubara

Kamis, 28 November 2024 | 21:51

Polri Perkuat Kerja Sama Bareng Dukcapil Kemendagri

Kamis, 28 November 2024 | 21:49

KPK Tahan 3 Ketua Pokja Paket Pekerjaan Perkeretaapian DJKA

Kamis, 28 November 2024 | 21:49

Firli Bahuri Tak Hadiri Pemeriksaan Polisi karena Ada Pengajian

Kamis, 28 November 2024 | 21:25

Ini Kebijakan Baru Mendikdasmen Untuk Mudahkan Guru

Kamis, 28 November 2024 | 21:22

Rupiah Terangkat Pilkada, Dolar AS Masih di Rp15.800

Kamis, 28 November 2024 | 21:13

Prabowo Menangis di Depan Ribuan Guru Indonesia

Kamis, 28 November 2024 | 21:11

Pengamat: RK-Suswono Kalah karena Meremehkan Pramono-Doel

Kamis, 28 November 2024 | 21:04

Perbaiki Tata Ekosistem Logistik Nasional, Mendag Budi Sosialisasi Aturan Baru

Kamis, 28 November 2024 | 21:02

Selengkapnya