Berita

Talkshow Perkebunan Expo “Bunex”, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Kamis (12/9)/RMOL

Bisnis

Terimbas Regulasi Kemenkes, Indonesia Terancam Kehilangan Dominasi Ekspor Cengkeh

KAMIS, 12 SEPTEMBER 2024 | 22:42 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Volume ekspor cengkeh Indonesia telah menyumbang 32,18 persen dari total volume ekspor cengkeh dunia. 

Dari 2017 hingga 2021, negara ini berhasil mengekspor sebanyak 24,45 ribu ton cengkeh, berkat kontribusi dari sekitar 1,5 juta petani cengkeh yang sebagian besar hasil produksinya diserap oleh industri rokok kretek.

“Seluruh hasil produktivitas 1,5 juta petani cengkeh di Indonesia diserap 97 persen untuk industri rokok kretek. Dan, harus diingat pula, bahwa tanaman cengkeh di Indonesia lebih kurang 97 persen diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh provinsi,” ungkap Sekjen Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), I Ketut Budhyman Mudara dalam Talkshow Perkebunan Expo “Bunex”, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Kamis (12/9). 


Namun, posisi Indonesia sebagai eksportir cengkeh terbesar disebut terancam karena Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), sebagai pelaksana dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 yang mengatur standardisasi kemasan polos pada produk rokok. 

Aturan ini dikhawatirkan dapat mengancam mata pencaharian jutaan petani dan akan menggerus kontribusi industri tembakau dan cengkeh terhadap perekonomian nasional maupun daerah, karena hilangnya identitas merek produk tembakau.

“Efek dari keberadaan aturan yang tidak adil ini sangat besar bagi nasib petani cengkeh ke depannya!” tegas Budhyman.

Ia juga berharap pemerintah dapat melindungi tembakau dan cengkeh sebagai komoditas penting bagi ekonomi nasional.

“Menanam cengkeh dan tembakau bukan sekadar soal urusan ekonomi. Para petani di berbagai daerah ini sedang berjuang mempertahankan keberlangsungan tanaman yang telah menjadi warisan, budaya dan sumber mata pencaharian utama mereka,” tambahnya.
 
APCI, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) serta puluhan asosiasi lain sebelumnya telah berulang kali menyuarakan penolakannya terhadap sejumlah aturan tersebut, di mana pemerintah juga bakal melarang penjualan rokok eceran per batang dan menetapkan zonasi penjualan rokok minimal 200 meter dari fasilitas pendidikan. 

Sejumlah asosiasi itu juga aktif mengkritik pemerintah karena dianggap kurang melibatkan petani dalam proses perumusan aturan yang berpotensi merugikan sektor pertanian ini.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya