Perusahaan Pertambangan dan Metalurgi Kola di Monchegorsk, Rusia/Bloomberg
Pemerintah Rusia berencana membatasi beberapa komoditasnya seperti nikel, titanium, dan uranium sebagai balasan atas sanksi Barat.
Hal tersebut dikatakan langsung Presiden Vladimir Putin dengan meminta jajarannya untuk mempelajari kemungkinan pembatasan ekspor tersebut.
"Rusia adalah pemimpin dalam cadangan bahan baku strategis seperti uranium, titanium, nikel," kata Putin dalam rapat kabinet yang disiarkan stasiun televisi pemerintah, dikutip
Bloomberg, Kamis (12/9).
Menurut Putin, pembatasan ekspor komoditas itu seharusnya tidak akan merugikan negaranya. Sehingga ia meyakini langkah tersebut bisa dilakukan oleh negaranya.
"Saya tidak mengatakan bahwa ini perlu dilakukan segera, tetapi kita dapat mulai mempertimbangkan pembatasan pada pasokan ke pasar luar negeri, tidak hanya untuk sejumlah komoditas yang saya sebutkan tadi, tetapi juga beberapa produk lainnya," kata Putin.
Sebagai informasi, Amerika Serikat dan Uni Eropa aktif memberlakukan berbagai sanksi terhadap ekonomi Rusia, termasuk pada sejumlah perusahaan logam dan pertambangan, sejak invasi besar-besaran Moskow ke Ukraina pada 2022.
Namun, MMC Norilsk Nickel PJSC asal Rusia merupakan salah satu yang tidak dikenai sanksi Barat. Perusahaan ini memproduksi nikel olahan terbesar di dunia. Sedangkan, VSMPO-Avisma PJSC adalah salah satu produsen titanium terbesar.
Selain itu, negara ini juga merupakan pengekspor bahan bakar dan teknologi nuklir terbesar di dunia. Raksasa nuklir Rusia, Rosatom Corp, mengendalikan hampir setengah dari kapasitas pengayaan global yang dibutuhkan untuk mengubah bijih uranium menjadi bahan bakar nuklir.
Meski demikian, saat ini layanan pers Norilsk Nickel dan Rosatom menolak mengomentari pernyataan orang nomor satu di Rusia itu, sementara, VSMPO-Avisma tidak segera membalas permintaan komentar.