Berita

Pembukaan Festival Tenaga Surya Internasional 2024, Kamis (5/9).

Tekno

Manufaktur dan Teknologi Tenaga Surya Perlu Didemokratisasi

JUMAT, 06 SEPTEMBER 2024 | 18:59 WIB | LAPORAN: JONRIS PURBA

Manufaktur dan teknologi tenaga surya perlu didemokratisasi untuk mendukung negara-negara berkembang. Hal itu disampaikan Perdana Menteri India Narendra Modi saat membuka Festival Tenaga Surya Internasional 2024, Kamis (5/9). 

Festival yang diselenggarakan oleh International Solar Alliance (ISA) ini bertujuan memajukan tenaga surya sebagai pendorong utama masa depan yang berkelanjutan dan netral karbon sesuai dengan siaran pers resmi ISA.

Dalam pidato virtualnya, PM Modi menggarisbawahi pentingnya mengatasi ketidakseimbangan global dalam investasi energi hijau. 

"Dunia harus secara kolektif mengatasi ketidakseimbangan dalam konsentrasi investasi energi hijau untuk memastikan transisi energi. Manufaktur dan teknologi tenaga surya harus didemokratisasi untuk membantu negara-negara berkembang. Memberdayakan negara-negara yang paling tidak berkembang dan negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang harus menjadi prioritas utama, dan pelibatan masyarakat yang terpinggirkan, perempuan, dan pemuda sangat penting,” ujar Modi. 

Sementara Menteri Energi Baru dan Terbarukan India yang juga Presiden Majelis ISA, Pralhad Joshi, menegaskan kembali komitmen India untuk mendukung inisiatif energi bersih global. 

"India, sebagai anggota pendiri ISA, berkomitmen untuk mendukung komunitas global, khususnya negara-negara berkembang, dalam memajukan masa depan yang inklusif dan berkelanjutan. Festival Tenaga Surya Internasional mencerminkan semangat inovatif dan komitmen India terhadap masa depan yang berkelanjutan,” kata dia seperti dikutip dari Khaleej Times.

Direktur Jenderal ISA, Dr. Ajay Mathur, pada bagian lain menyoroti peran festival tersebut dalam mempromosikan energi surya di seluruh dunia. 

"Festival Tenaga Surya Internasional 2024 merayakan perjalanan kolektif dunia menuju masa depan bertenaga surya. Tenaga surya, yang tumbuh sebesar 20% setiap tahunnya, memberdayakan masyarakat, mengangkat ekonomi, dan mendorong transformasi global,” katanya.

Perdana Menteri Bhutan Tshering Tobgay yang juga berbicaradalam festival ini mengatakan, bagi negaranya Festival Tenaga Surya Internasional 2024 menandai tonggak penting dalam perjalanan bersatu kita menuju masa depan yang berkelanjutan dan rendah karbon. 

“Festival ini merupakan ajakan untuk bertindak, menyediakan platform penting bagi kaum muda, bisnis, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk bersatu dalam visi bersama kita dalam mempromosikan energi surya,” ujar Tobgay.

Adapun Perdana Menteri Mauritius Pravind Jugnauth memuji program ISA karena membantu memenuhi kebutuhan energi negaranya. 

"Festival Tenaga Surya Internasional merupakan bukti kekuatan kolaborasi dan tujuan bersama. Program ISA memainkan peran penting di Mauritius, negara kepulauan kecil yang sedang berkembang di garis depan tanggap darurat perubahan iklim".

Festival ini juga menampilkan pidato dari perwakilan internasional lainnya, termasuk Capaya Rodriguez Gonzalez, Philip Green, Arunkoemar Hardien, dan Damien SYED, yang menyoroti komitmen global terhadap energi surya.

Acara dua hari ini mencakup sesi utama, diskusi teknis, dan pameran solusi surya inovatif, yang bertujuan untuk mendorong kerja sama global dan mempercepat transisi menuju energi bersih. Festival ini juga akan menampilkan pertunjukan budaya oleh seniman seperti AR Rahman dan Yohani, yang menambahkan sentuhan perayaan pada acara tersebut.

Aliansi Tenaga Surya Internasional (ISA) adalah organisasi antarpemerintah global yang didedikasikan untuk memajukan adopsi tenaga surya demi masa depan yang netral karbon. ISA bertujuan untuk membuka investasi di bidang tenaga surya sekaligus mengurangi biaya teknologi dan hambatan pendanaan. 

Berkantor pusat di India, ISA berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menerapkan solusi tenaga surya yang terjangkau, khususnya di Negara-negara Kurang Berkembang atau Least Developed Countries (LDC) dan Negara-negara Kepulauan Kecil Berkembang atau Small Island Developing States (SIDS).

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya