Bali memulai era baru transportasi bawah tanah dengan meresmikan proyek Light Rail Transit (LRT) senilai 10,8 miliar Dolar AS atau sekitar Rp167 triliun pada Rabu (4/9).
Upacara Pengeruwakan (ngeruwak bhuwana), yang menandai dimulainya proyek ini digelar di Transit Oriented Development (TOD) Sentral Parkir, Kuta, Badung, Bali.
Direktur Utama PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ), Ari Askhara, mengatakan bahwa upacara ini menandai awal dari proyek yang telah direncanakan sejak Februari 2024.
"Kami menargetkan peletakan batu pertama (groundbreaking) sebelum akhir tahun," ujarnya.
Proyek LRT Bali ini akan dibangun dalam empat fase. Fase pertama mencakup jalur LRT sepanjang 16 kilometer yang menghubungkan Bandara I Gusti Ngurah Rai, Kuta Sentral Parkir, Seminyak, Berawa, hingga Cemagi.
Fase kedua akan menghubungkan Bandara I Gusti Ngurah Rai dengan Universitas Udayana (Unud) dan Nusa Dua sepanjang 13,5 kilometer.
Fase ketiga akan menghubungkan Kuta Sentral Parkir dengan Sesetan, Renon, dan Sanur, namun saat ini masih dalam tahap studi kelaikan atau feasibility study. Selanjutnya fase keempat akan menghubungkan Renon dengan Sukawati dan Ubud juga masih dalam tahap FS.
Ari Askhara menambahkan bahwa pembangunan fase pertama dari Bandara Ngurah Rai ke Kuta Sentral Parkir, serta keseluruhan fase kedua, diharapkan selesai pada akhir kuartal kedua tahun 2028 dan akan beroperasi penuh pada akhir 2031.
Namun, ia mengakui bahwa fase pertama ini akan memerlukan waktu lebih lama karena tingkat kesulitan yang tinggi, mengingat jalur LRT tersebut akan melewati jenis tanah yang berbatu dan keras.
Total investasi untuk dua fase pertama diperkirakan mencapai 10,8 miliar Dolar AS, sementara untuk keseluruhan empat fase proyek, total investasi mencapai 20 miliar Dolar AS.
Proyek ini merupakan hasil inisiasi dari Pemerintah Provinsi Bali yang bekerja sama dengan PT SBDJ dan PT Bumi Indah Prima (BIP) untuk mewujudkan sistem angkutan umum massal berbasis kereta di Pulau Dewata.