Berita

Ilustrasi Foto/Ist

Politik

DPR Berupaya Amputasi Putusan MK Lewat Revisi UU Pilkada

RABU, 21 AGUSTUS 2024 | 12:26 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Diterimanya gugatan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur partai politik (parpol) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), membuat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berinisiatif merevisi UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). 

Ketua The Constitutional Democracy Initiative (Consid), Kholil Pasaribu mengamati, DPR dari gelagatnya merasa terganggu dengan putusan MK atas perkara 60/PUU-XXII/2024, yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia. 

Pasalnya, dia memandang gugatan dua partai politik (parpol) non parlemen itu telah mengubah aturan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur parpol di Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, karena tidak lagi memberlakukan sistem perolehan kursi dan perolehan suara parpol yang lolos parlemen sebagai acuan mengusung calon kepala daerah (cakada). 

"Kehendak DPR yang notabenenya sebagai lembaga perwakilan dan penyalur aspirasi rakyat itu sesungguhnya tidak mencerminkan sikap lembaga negara yang menghormati hukum. Sebaliknya yang dibaca publik, rencana revisi tersebut sarat dengan muatan politik pragmatis," ujar Kholil kepada RMOL, Rabu (21/8). 

Selain itu, Kholil juga menilai inisiatif DPR segera merevisi UU Pilkada juga dalam rangka merespons satu putusan MK lainnya, yakni terhadap perkara 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan perseorangan bernama Anthony Lee dan Fahrur Rozi, yang mempersoalkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada. 

"Rencana revisi UU Pilkada tidak seharusnya muncul, sebab putusan MK itu sesungguhnya menguntungkan semua pihak termasuk harapan akan masa depan demokrasi yang lebih sehat," tuturnya. 

Oleh karena itu, Kholil memandang langkah DPR tidak layak didukung karena merespon putusan MK yang menurutnya secara substansi dibutuhkan di kondisi demokrasi yang menurun saat ini. 

"Karenanya, rencana DPR melakukan revisi terbatas UU Pilkada pasca Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan No 60/PUU-XXII/2024 dan putusan  No. 70/PUU-XXII/2024, patut dicurigai sebagai upaya mengakali bahkan ingin mengamputasi keberlakukan putusan tersebut," demikian Kholil menambahkan.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya