Berita

Aplikasi Signal/RMOL

Tekno

Dianggap Aplikasi Berbahaya, Rusia Blokir Signal Messenger

SABTU, 10 AGUSTUS 2024 | 09:56 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Pengawas internet Rusia Roskomnadzor akhirnya resmi membatasi akses aplikasi perpesanan buatan Amerika Serikat, Signal.

Dalam pernyataan kepada media pada Jumat (9/8), Roskomnadzor mengatakan larangan tersebut dilakukan karena aplikasi tersebut melanggar hukum Rusia.

"Akses ke aplikasi perpesanan Signal diblokir sehubungan dengan pelanggaran persyaratan undang-undang Rusia yang harus dipatuhi guna mencegah penggunaan aplikasi perpesanan untuk tujuan teroris dan ekstremis," kata badan tersebut, seperti dikutip dari RT, Sabtu (10/8).

Pernyataan itu muncul beberapa jam setelah pengguna aplikasi Rusia mulai mengeluhkan gangguan.

Signal pernah direkomendasikan oleh whistleblower NSA Edward Snowden dan maestro teknologi Elon Musk sebagai cara untuk bertukar pesan tanpa harus diawasi oleh badan intelijen.

Namun, kekhawatiran tentang aplikasi ini sudah ada sejak lama. Para kritikus telah memperingatkan bahwa layanan itu dikembangkan dan dipertahankan dengan pendanaan intelijen AS.

Dana Teknologi Terbuka yang menyediakan dana awal bagi pengembang Signal pada awal tahun 2010-an merupakan hasil dari Departemen Luar Negeri AS, di bawah inisiatif 'Kebebasan Internet' Hillary Clinton yang kala itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. 

Menurut New York Times, Washington telah berupaya menciptakan sistem internet dan telepon seluler 'bayangan' yang dapat digunakan para pembangkang untuk melemahkan pemerintah yang represif melalui revolusi warna, misalnya.

Pada tahun 2017, WikiLeaks mengungkapkan bahwa enkripsi Signal dapat dengan mudah ditembus oleh CIA, menggunakan alat peretasan yang dijelaskan dalam pengungkapan Vault7. Pada Januari 2022, tentara Swiss sudah melarang penggunaan Signal, WhatsApp, dan Telegram, dengan alasan masalah perlindungan data. 

Pihak berwenang Rusia telah berupaya untuk menindak sejumlah platform internet Barat dalam beberapa tahun terakhir, biasanya dengan alasan masalah privasi data serta kebijakan permusuhan dan penyensoran mereka yang terkait dengan konflik Ukraina.

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

Makan Bergizi Gratis Ibarat Es Teh

Jumat, 14 Februari 2025 | 07:44

UPDATE

Bungkam City di Etihad, Liverpool Unggul 11 Poin dari Rival Terdekat

Senin, 24 Februari 2025 | 07:39

ADHI Laporkan Telah Gunakan Semua Dana Obligasi 2024

Senin, 24 Februari 2025 | 07:37

CDU/CSU Unggul, Friedrich Merz Calon Kanselir Jerman Selanjutnya

Senin, 24 Februari 2025 | 07:18

OJK: Perlu Upaya Sistematik dan Terkoordinasi untuk Capai Tingkat Market Share

Senin, 24 Februari 2025 | 07:00

Polisi Amankan Remaja Ugal-ugalan Bawa Senjata Tajam

Senin, 24 Februari 2025 | 06:57

20 Siswa SMP Diamankan Polisi

Senin, 24 Februari 2025 | 06:08

Dukungan untuk AHY Mengalir Deras

Senin, 24 Februari 2025 | 05:45

Balada Bayar, Bayar, Bayar

Senin, 24 Februari 2025 | 05:18

Waspada Potensi Banjir Pesisir di 17 Wilayah RI

Senin, 24 Februari 2025 | 04:41

Puncak Arus Mudik Penumpang KA Diprediksi Akhir Maret

Senin, 24 Februari 2025 | 04:30

Selengkapnya