Berita

Ilustrasi Foto/RMOL

Publika

Rindu KPK Kuat Kembali Seperti Era SBY

Oleh: Ali Sodikin*
SENIN, 05 AGUSTUS 2024 | 02:28 WIB

MESKIPUN Presiden Jokowi ingin KPK kuat, namun faktanya hari demi hari Lembaga anti korupsi tersebut makin lemah. Pelemahan KPK sebenarnya sudah menjadi kekhawatiran masyarakat luas ketika momentum revisi undang-undang KPK digulirkan DPR tahun 2019. Pada kenyataannya kekhawatiran masyarakat terhadap pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca revisi Undang-Undang KPK sungguh benar terjadi.  

Trend KPK kini menjadi Lembaga yang menghiasi pemberitaan media massa, bukan karena prestasi gemilang menangani kasus-kasus kakap korupsi. Malah menjadi organisasi pemerintahan yang mirip OKP yang lebih banyak berkonflik dan berkutat pada permasalahan internalnya.

Kini pasca Pilpres 2024, kita berharap pemerintahan yang nanti akan terbentuk dapat menjadi harapan agar KPK kembali kuat. Karena substansinya, harapan agar KPK bisa kuat kembali tersemat pada kehendak politik dari pemerintah. Terutama komitmen Presiden dalam pencegahan dan pemberantasan Korupsi. Selain itu, pimpinan KPK juga harus berani mereformasi internalnya mulai dari tata kelola kelembagaan.

KPK Kuat Zaman SBY

Sebagai institusi pencegahan dan pemberantasan kejahatan korupsi, tentunya KPK menghadapi tantangan bahkan ancaman yang sangat berat. Karena korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa. Bukan saja para koruptornya orang-orang hebat yang punya kuasa. Namun juga modus operandi, jaringan, dan sistemnya juga sangat kuat, rapi, terorganisir.

Untuk menghadapi kejahatan besar yang kuat, tidak cukup hanya dengan landasan undang-undang KPK yang kuat, pimpinan KPK yang berintegritas dan berani. Lebih dari itu dibutuhkan komitmen pemberantasan korupsi yang kuat dari Presiden sebagai kepala pemerintahan dan negara tertinggi di Indonesia.

KPK kuat di masa pemerintahan SBY menjadi salah satu contohnya, meski tidak sempurna tetapi paling tidak kita bisa melihat dan merasakan betapa KPK begitu gemilang mengungkap dan memberantas kejahatan korupsi di Indonesia.

Hal tersebut dikatakan Mahfud MD yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua MK dalam sebuah wawancara dengan podcast Merdeka.com.

“Kalau presidennya ingin baik, eh tentunya ingin baik dia. KPK yang kuat, yang tegas, karena membantu dia, pasti. Ya nggak, enak. Dulu ya pak, saya bekerja dengan banyak Presiden. Pak SBY itu kalo merawat KPK, saya salut itu. Kalau ada apa-apa dengan KPK, dia lindungi itu. Saya tahu, sampai mengeluarkan Perpu. Ya zaman saya Ketua Mahkamah Konstitusi, itu.”

“Termasuk Ketika KPK, dua orang itu akan ditangkap (Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah). Saya ditelpon oleh Erry Riana (Erry Riana Hardjapamekas) tengah malam. Pak Mahfud, ini saya dengar si Chandra sama si Bibit mau ditangkap, tolong sampaikan ke Pak SBY. Kata Pak Erry Riana waktu itu. Pak SBY kalau Pak Mahfud bicara mendengar. Subuh saya ke rumah Pak SBY, di Cikeas. Pak ini mau ada penangkapan loh pak, anu. Panggil Pak Joko Suyanto (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI 2009 – 2014). Cegah itu jangan sampai terjadi. Pak Joko Suyanto dipanggil sama dia. Oke Pak Mahfud, kita kerja, itu Pak SBY loh”

“Sesudah tertunda, tertunda, akhirnya ditangkap juga kan, ngeyel ini, Polri-ya ngeyel waktu itu. Kan Pak SBY yang kemudian yang mengeluarkan Perpu agar tidak terjadi kekosongan. Nah ini Pak SBY kalau untuk KPK oke komitmennya (sambil angkat jempol). Saya, saya bekerjasama dengan dia melindungi KPK. Oleh sebab itu saya berani dulu kan, gebrak lewat MK. Karena Presidennya mendukung. Contoh yang baik untuk Presiden Berikutnya”.

Kini kita berharap kepada Presiden terpilih hasil Pilpres 2024 Prabowo Subianto, yang sebentar lagi akan dilantik. Agar penegakkan hukum, utamanya pencegahan dan pemberantas korupsi di Indonesia menjadi fokus dan prioritas, Karena dampak korupsi sungguh merusak lini kehidupan bangsa dari hulu hingga hilir.

 
Tegakkan hukum setegak-tegaknya

Adil dan tegas tak pandang bulu

Pasti kuangkat engkau

Menjadi manusia setengah dewa

(Iwan Fals).


*Penulis adalah Pengamat Sosial Politik

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya