Duta Besa Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani/Net
Dengan tegas, Iran membantah laporan Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat yang menuduh adanya rencana pembunuhan terhadap mantan Presiden Donald Trump.
Perwakilan Iran untuk PBB dalam sebuah pernyataan menyebut tuduhan itu sangat jahat dan tidak berdasar.
Dikatakan bahwa Teheran memang melihat Trump sebagai penjahat yang harus diadili karena membunuh Jenderal Qassem Soleimani. Tetapi mereka akan menempuh jalur hukum yang resmi.
“Dari sudut pandang Republik Islam Iran, Trump adalah penjahat yang harus diadili dan dihukum di pengadilan karena memerintahkan pembunuhan Jenderal Soleimani,” bunyi pernyataan tersebut, seperti dimuat
News Week pada Rabu (17/7).
"Iran telah memilih jalur hukum untuk membawanya (Trump) ke pengadilan," tambahnya.
Iran telah berulang kali menyerukan agar Trump dan pejabat senior lainnya di pemerintahannya, termasuk mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, menghadapi hukuman penjara atas pembunuhan Soleimani bersama rombongannya di Bandara Internasional Baghdad pada Januari 2020.
Beberapa bulan setelah pembunuhan Soleimani, seorang jaksa di Teheran mengeluarkan surat perintah penangkapan presiden saat itu atas tuduhan pembunuhan dan terorisme.
Dugaan rencana pembunuhan Trump oleh Iran dilaporkan pertama kali oleh
CNN pada Selasa (16/7).
Sumber yang dirujuk mengungkap bahwa Dinas Rahasia melakukan peningkatan keamanan terhadap kampanye Trump selama beberapa minggu sebelum insiden penembakan di Pennsylvania hari Sabtu lalu (13/7).
Dewan Keamanan Nasional AS, Adrienne Watson mengatakan, pihaknya mendeteksi adanya ancaman upaya pembunuhan yang berasal dari Iran terhadap Trump.
"Seperti yang telah kami katakan berkali-kali, kami telah melacak ancaman Iran terhadap mantan pejabat pemerintahan Trump selama bertahun-tahun, sejak pemerintahan terakhir,” kata Watson.
Atas laporan tersebut, Dewan Keamanan Nasional langsung menghubungi Dinas Rahasia untuk memastikan keamanan Trump.
Namun sayang Dinas Rahasia masih kecolongan karena Trump terkena tembakan di telinga kanannya selama kampanyenya di Pennsylvania.