Pemerintah perlu meningkatkan upaya mitigasi terhadap berkembangnya radikalisme dan terorisme seiring kemajuan teknologi termasuk kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Menurut pengamat terorisme, Ansyaad Mbai, AI makin marak digunakan kelompok-kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka. Terutama lewat media sosial.
"Oleh karena itu, kemampuan menggunakan teknologi untuk mengantisipasi itu semua menjadi hal yang paling utama, termasuk dalam tugas-tugas yang sifatnya intelijen," kata Ansyaad dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/7).
Dia melanjutkan, selama kurun waktu 14 tahun terakhir, upaya penanggulangan terorisme di Indonesia sudah sangat baik, fungsi dan tugas intelijen dalam penanggulangan terorisme berjalan dengan efektif sehingga serangan terbuka aksi terorisme terus menurun.
Dia menyampaikan peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menangani radikalisme di Indonesia tidak dapat dikesampingkan karena Badan ini memiliki tugas yang strategis.
"Selama ini BNPT punya peran yang sangat penting di semua langkah yang berkaitan dengan upaya menangani terorisme, baik itu berupa pencegahan, penindakan, maupun kerja sama internasional," ujarnya.
Ansyaad lantas mengapresiasi BNPT untuk menanggulangi terorisme selama 14 tahun lembaga itu berdiri. Salah satu keberhasilan tugas itu tergambar dari tidak adanya serangan teroris secara terbuka di Indonesia sepanjang tahun 2023 hingga Juni 2024.
Ansyaad berharap Pemerintah bisa terus meningkatkan koordinasi antara kementerian/lembaga dalam menghadapi tantangan menangani radikalisme dan terorisme yang sudah mulai memanfaatkan kemajuan teknologi AI.
"Upaya melawan radikalisme dan terorisme itu harus menggunakan pendekatan the whole of government approach. Pendekatan yang melibatkan semua lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan yang terkait," tandas Ansyaad.