Dunia kemungkinan besar akan mengalami surplus minyak pada 2030 karena peningkatan produksi sementara transisi energi ramah lingkungan mengurangi permintaan.
Dikutip dari Reuters, Kamis (13/6), Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan tahunan yang diterbitkan pada Rabu (12/6) menyebutkan bahwa minyaknya diperkirakan surplus produksi sebesar 8 juta barel pada tahun 2030. Namun akan menyusut pada tahun berikutnya. Sementara itu, Amerika Serikat dan negara-negara di luar OPEC menambah pasokan, yang mengakibatkan surplus terbesar dalam dekade ini.
Permintaan global diperkirakan akan mendatar sebesar 106 juta barel per hari (bph) menjelang akhir dekade ini sementara kapasitas pasokan secara keseluruhan bisa mencapai 114 juta barel per hari sehingga menghasilkan surplus mengejutkan sebesar 8 juta barel per hari yang harus dipersiapkan oleh pasar minyak, menurut IEA.
Perkiraan tersebut muncul beberapa hari setelah kelompok produsen minyak mentah utama OPEC+ memberi isyarat bahwa mereka akan mulai mengurangi pengurangan produksi pada musim gugur ini, yang diterapkan dalam upaya untuk mendukung harga melawan kekhawatiran melemahnya permintaan dunia.
IEA mencatat bahwa negara-negara Asia yang berkembang pesat seperti Tiongkok, serta sektor penerbangan dan petrokimia, masih akan mendorong permintaan minyak, yang mencapai 102 juta barel per hari pada tahun 2023.
Namun peralihan ke mobil listrik seiring dengan peningkatan efisiensi bahan bakar pada kendaraan konvensional, dan menurunnya penggunaan minyak oleh negara-negara Timur Tengah untuk produksi listrik, akan membantu membatasi peningkatan permintaan secara keseluruhan menjadi sekitar 2 persen pada tahun 2030.
Pada saat yang sama, kapasitas produksi minyak tampaknya akan melonjak, dipimpin oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain di kawasan Amerika, sehingga menghasilkan perkiraan surplus sebesar delapan juta barel tingkat yang hanya dicapai selama lockdown akibat Covid-19 pada tahun 2020.
"Cadangan kapasitas pada tingkat tersebut dapat berdampak signifikan terhadap pasar minyak, termasuk bagi negara-negara produsen di OPEC dan negara-negara lain, serta bagi industri minyak serpih AS," kata IEA.
Direktur Eksekutif Fatih Birol, mengatakan, ketika pandemi mulai melemah, transisi energi ramah lingkungan semakin maju dan struktur ekonomi Tiongkok bergeser, pertumbuhan permintaan minyak global melambat dan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2030.
"Perusahaan minyak mungkin ingin memastikan strategi dan rencana bisnis mereka siap menghadapi perubahan yang terjadi," katanya.