Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu/Net
Dalam beberapa bulan terakhir, kebijakan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dinilai lebih konfrontatif menghadapi mitranya Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Baru-baru ini Biden menawarkan rancangan gencatan senjata permanen yang diklaim menjadi jalan satu-satunya untuk memulangkan para tawanan dan mengakhiri perang.
Para pejabat AS setuju bahwa proposal Biden adalah kesempatan terbaik yang harus diterima Israel.
Di sisi lain, Netanyahu menghadapi tekanan internal dari dalam pemerintahannya untuk membatalkan rencana gencatan senjata. Keputusan ini berisiko membuatnya kehilangan jabatan dan berpotensi dipenjara, mengingat banyaknya dakwaan yang dihadapinya.
Ini juga membuatnya sulit untuk mematuhi seruan Amerika untuk mendukung kesepakatan tersebut, meskipun hal tersebut pada dasarnya merupakan proposal Israel.
Mantan Duta Besar AS untuk Bahrain, Adam Ereli menggambarkan kondisi Netanyahu yang saat ini sudah terjebak oleh janji-janji yang dibuatnya sendiri.
"(Netanyahu) sekarang terjebak dalam jaringan manuver politiknya sendiri antara mitra koalisinya, Amerika, dan lembaga keamanannya. Dia telah membuat janji kepada semua orang tetapi bisa sepenuhnya tidak diserahkan kepada siapa pun," ujarnya, seperti dikutip dari
Politico pada Jumat (7/6).
Menurut Ereli, jika Netanyahu kehilangan jabatan perdana menteri, maka ia kemungkinan besar akan menghadapi berbagai tuduhan korupsi.
Pejabat senior Israel awal pekan ini menyebut ada kecacatan pada proposal Biden dan bersikeras mendukung peperangan dilanjutkan.
Sementara pejabat AS dan sejumlah petinggi Israel juga menyatakan keraguannya bahwa Israel memang benar-benar bisa mencapai tujuan perangnya yang menghancurkan Hamas.