Berita

Komisi Pemilihan Umum RI/Ist

Politik

Tak Ada Lagi Larangan Selingkuh hingga Kawin Siri di PKPU

RABU, 05 JUNI 2024 | 10:16 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mempersoalkan penghapusan larangan perselingkuhan, tindak kekerasan seksual, hingga kawin siri di Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Komisioner Komnas Perempuan Dewi Kanti menjelaskan, terdapat perubahan aturan yang dibuat KPU mengenai kode etik penyelenggara pemilu.

Dewi menyebutkan, awalnya PKPU 21/2020 mengatur secara eksplisit kewajiban bagi semua penyelenggara pemilu termasuk anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota untuk menjaga sikap dan tindakan agar tidak merendahkan integritas pribadi, dengan menjauhkan diri dari di antaranya perselingkuhan, tindak kekerasan, dan tindakan kekerasan seksual, serta dari kawin siri.

"Namun, PKPU No. 4 Tahun 2021 menghapus aturan eksplisit tersebut dengan menyebutkannya hanya sebagai 'perbuatan tercela, dilarang, atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat'," kata Dewi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/6).

Menurutnya, meskipun perubahan aturan etik penyelenggara pemilu tersebut terkesan diperluas terkait larangan kawin siri dan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan, tetapi Ketua KPU Hasyim Asy'ari justru menghilangkan bunyi frasa tersebut di aturan revisi selanjutnya.

"Pengaturan tersebut kemudian dihapus melalui PKPU No. 5 Tahun 2022 dan  No. 12 Tahun 2023, yang ditandatangani oleh Hasyim Asyari, Ketua KPU saat ini," sambungnya.

Dampak dari perubahan aturan oleh KPU RI tersebut, Komnas Perempuan menemukan jumlah kasus yang ditangani Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada periode 2017-2022 sebanyak 25 kasus kekerasan seksual, dan telah disidangkan.

"Tercatat 23 di antaranya diputuskan dengan penghentian tetap. Kekerasan seksual pada situasi ini dapat dikategorikan sebagai kekerasan dalam pemilihan umum (violence against women in election)," kata Dewi.

"Ini hadir dalam banyak bentuk, mulai dari kekerasan fisik, seksual, pembatasan hak dan gerak perempuan dalam politik, hingga pemecatan kandidat perempuan," tambahnya.



Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya