Berita

Ilustrasi

Dunia

Berbahaya, Utang Pakistan Tumbuh Eksponensial

MINGGU, 02 JUNI 2024 | 08:03 WIB | LAPORAN: JONRIS PURBA

Stok utang Pakistan dilaporkan tumbuh secara eksponensial dalam beberapa tahun terakhir. Begitu juga dengan pembayaran utang, sehingga memberikan tekanan pada anggaran.

Seperti dikutip dari media setempat Dawn, dengan pemerintah yang mengalami defisit fiskal yang tinggi dan tidak berkelanjutan, yaitu rata-rata 7,3 persen dari output perekonomian dalam lima tahun terakhir, tidak mengherankan jika utang negara telah melonjak hingga Rs 78,9 triliun, termasuk utang dalam negeri sebesar Rs 43,4 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rs 32,9 triliun.

Pakistan berada dalam perangkap utang karena harus meminjam lebih banyak untuk membayar kembali utang yang ada, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri.

Oleh karena itu, editorial Dawn mengatakan, wajar jika pembayaran utang tahunan juga meningkat. Misalnya, pihak berwenang memperkirakan pembayaran utang akan melonjak hingga Rs 7,3 triliun atau hampir 58 persen dari pengeluaran yang dianggarkan untuk tahun fiskal yang sedang berjalan. Namun, menurut sebuah laporan, mereka kini telah merevisi perkiraan tersebut menjadi Rs 8,3 triliun.

Laporan Tinjauan Anggaran Tengah Tahun Kementerian Keuangan untuk tahun yang akan datang menegaskan kekhawatiran ini. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pembayaran utang negara meningkat lebih dari 64 persen menjadi Rs 4,2 triliun selama enam bulan pertama hingga bulan Desember.

Peningkatan ini tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah utang yang terakumulasi untuk membiayai defisit fiskal tetapi juga karena lonjakan biaya utang dalam negeri karena tingkat suku bunga yang mencapai rekor tertinggi sebesar 22 persen.

Laporan tersebut mengatakan pengeluaran untuk pembayaran utang selama periode enam bulan jauh melampaui pertumbuhan pendapatan pajak, sehingga menyebabkan “belanja untuk pembangunan nihil”.

Dalam laporan tersebut, Kementerian Keuangan menyalahkan kenaikan suku bunga dalam negeri sebagai penyebab meningkatnya kesulitan pembayaran utang. Karena pemerintah menutupi hampir 80 persen defisit fiskalnya melalui pinjaman bank komersial di tengah berkurangnya aliran dana asing.

Tingkat suku bunga menjadi perhatian utama karena pembayaran utang dalam negeri menyumbang hampir 90 persen dari total biaya pembayaran utang selama paruh pertama tahun fiskal. Biaya pinjaman terbukti menjadi guncangan besar bagi perekonomian secara keseluruhan, dan tidak hanya bagi pemerintah, karena investasi swasta baru terhenti dan pertumbuhan mengalami stagnasi.

Hal yang tidak dibahas dalam laporan ini adalah alasan di balik jebakan utang ini. Meskipun tingkat suku bunga yang lebih tinggi merupakan sebuah beban, tantangan utamanya adalah kegagalan pemerintah mengendalikan defisit fiskal yang memaksa pemerintah untuk mengakumulasi lebih banyak utang setiap hari. Memang benar bahwa penurunan suku bunga akan memberikan keringanan, namun tidak menyelesaikan masalah meningkatnya defisit dan akumulasi utang.

Tugas yang dihadapi pemerintah adalah meningkatkan rasio pajak terhadap PDB ke rata-rata global dengan mengenakan pajak pada sektor-sektor perekonomian yang belum dan belum dikenai pajak, serta menghilangkan pengeluaran yang boros untuk mengurangi defisit fiskal ke tingkat yang berkelanjutan guna meminimalkan kebutuhan pinjaman untuk membiayai pembangunan.  


Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya