Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron/RMOL
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa institusinya memiliki kewenangan tersendiri untuk melakukan penuntutan sesuai dengan UU 19/2019 tentang KPK.
Hal itu merupakan respons dari Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron atas putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuai Hakim Fahzal Hendri yang membebaskan Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh.
Putusan itu dilakukan lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak memiliki delegasi untuk melakukan penuntutan dari Jaksa Agung.
"Perlu kami tegaskan bahwa, KPK, Kepolisian maupun Kejaksaan Agung memiliki landasan atribusi masing-masing. Kejagung berdasarkan UU 11/2021, KPK berdasarkan UU 19/2019, dan juga lembaga lain memiliki kewenangan masing-masing berdasarkan UU yang membentuknya," kata Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa sore (28/5).
Ghufron menerangkan di dalam UU 19/2019, KPK merupakan lembaga dalam rumpun eksekutif yang memiliki tugas dalam penegakan hukum, termasuk penuntutan.
"Jadi KPK telah memiliki kewenangan atribusi oleh pembentuk UU untuk kemudian diberi tugas untuk melakukan penuntutan. Sehingga tugas yang dilaksanakan oleh KPK itu dasarnya adalah tugas atribusi dari UU KPK yaitu UU 19/2019," terang Ghufron.
Dia pun menjelaskan soal Pasal 12 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Di mana di sana disebutkan bahwa, kewenangan timbul karena pembentuk UU memberi kewenangan, ada delegasi, atau ada mandat.
"Maka kalau kemudian hakim mengatakan bahwa jaksa di KPK tidak memiliki landasan delegasi, maka asumsi hukumnya hakim, asumsinya bahwa KPK adalah bawahannya Kejaksaan Agung. Padahal di UU KPK 19/2019 di Pasal 3 mengatakan bahwa, KPK adalah lembaga independen yang dalam tugasnya itu dijamin tentang independensinya karena tidak boleh ada intervensi dari pihak eksternal," tegas Ghufron.
Oleh karena, KPK menyatakan tidak sepakat atau tidak menerima putusan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK harus memiliki delegasi dari Jaksa Agung dalam melakukan penuntutan.
"Karena itu kami menyatakan tidak sepakat ataupun tidak menerima atas pandangan hakim yang mengatakan bahwa perlu delegasi. Kalau ada delegasi, maka kemudian asumsinya Jaksa-jaksa di KPK tetap menjadi bawahannya dari Kejagung, itu yang akan bertentangan dengan independensi KPK yang diatur di Pasal 3 UU 19/2019," pungkas Ghufron.
Sebelumnya pada Senin (27/5), Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi atau nota keberatan tim penasihat hukum terdakwa Gazalba dalam sidang putusan sela kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU Gazalba.
"Menyatakan penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Fahzal Hendri di ruang persidangan, Senin siang (27/5).
Bahkan, Majelis Hakim memerintahkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk segera membebaskan Gazalba dari tahanan.
"Memerintahkan terdakwa Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan," tutur Hakim Fahzal.
Menurut Majelis Hakim, Jaksa yang ditugaskan KPK belum mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI.
"Jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asas single prosecution system," pungkas Fahzal.
Usai putusan tersebut, Gazalba bebas dari tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I Jakarta Cabang Rutan KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin malam (27/5).