Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Aceh, Mukhtaruddin Usman (kanan)/net
Kegaduhan soal program Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) Publikasi Dewan akhir-akhir ini kian santer terdengar di kalangan jurnalis dan pengelola perusahaan pers di Provinsi Aceh.
Mengapa tidak, Pokir Dewan itu disebut-sebut bermuara pada praktik korupsi dan pemborosan anggaran setiap tahunnya. Bahkan Pokir Dewan itu juga disebut telah mengakibatkan praktik jual beli proyek dan sogok menyogok.
Menyikapi isu tersebut, Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Aceh, Mukhtaruddin Usman mengatakan sepakat jika program Pokir Publikasi perlu dihapuskan.
"Hapus saja daripada bikin gaduh dan saling iri antar pengelola media," tegas Muktar dalam keterangannya yang diterima
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (26/5).
Dia tak setuju bila pokir publikasi dijadikan barang dagangan oleh oknum anggota dewan.
"Supaya tak terus berulang dan jadi kegaduhan saban (setiap) tahun, maka langkah terbaik adalah melarang usulan pokir publikasi media," tegasnya lagi.
Tak hanya itu, Muktar meminta agar pihak instansi yang selama ini menampung program Pokir Publikasi untuk berani menutup ruang terhadap program tersebut.
"SKPA/SKPD diminta berani menolak usulan pokir publikasi masuk ke dinas mereka," harap Muktar yang baru saja menerima penghargaan sebagai SPS Provinsi terbaik se-Indonesia.
Menurut dia, melalui langkah tersebut (menolak pokir) akan dapat mencegah potensi praktik korupsi berjamaah dan sistematis.
Pasalnya, isu praktik korupsi sangat meresahkan para insan pers dan pengelola perusahaan pers yang selama ini terkesan hanya sebagai "kacung" dalam menyulap anggaran negara menjadi sumber pendapatan sang pemilik pokir.
"Dengan langkah tersebut, maka praktek jual beli pokir bisa dihentikan dan tidak terus terusan jadi kegaduhan dan perpecahan diantara pengusaha media," jelasnya.
Muktar juga menyarankan agar para pekerja pers bekerja secara profesional sesuai posisinya masing-masing.
"Ke depan, orang yang kerjanya cari berita fokus cari berita bukan sibuk cari iklan dan kerjasama iklan publikasi. Hal itu perlu untuk menjaga profesionalisme pers di Aceh dan mencegah penyalahgunaan profesi wartawan," pungkas alumni SJI Aceh angkatan pertama tersebut.
Sebelumnya salah satu media online melansir soal isu dugaan jual beli pokir sehingga membuat pro kontra di antara insan pers.