Berita

Staf Khusus Kementerian Investasi/BKPM, M. Pradana tentang kebijakan industri dan keuangan dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) ke-60 yang digelar di Bandung, Jawa Barat/Ist

Politik

KTT UNCTAD Ke-60

Stafsus BKPM Soroti Ketidakadilan Kerja Sama Antarnegara

JUMAT, 17 MEI 2024 | 11:03 WIB | LAPORAN: BONFILIO MAHENDRA

World Bank dan Our World in Data mencatat 8 negara dengan ekonomi terbesar yang mencakup 30 persen populasi dunia, telah menyumbang 54 persen dari total emisi gas rumah kaca dari tahun 1998 hingga 2022.

Sedangkan 70 persen populasi dunia lainnya, berada di negara berkembang dan harus menanggung beban yang sama yang disebabkan oleh 8 negara tersebut.

Itu sebabnya, perlu ada kolaborasi antarnegara dalam mengatasi persoalan tersebut. Semisal sumber daya keuangan, lahan dan teknologi terbarukan.

Demikian pandangan Staf Khusus Kementerian Investasi/BKPM, M. Pradana tentang kebijakan industri dan keuangan dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) ke-60 yang digelar di Bandung, Jawa Barat.

"Kita harus memperlakukan setiap negara sesuai dengan kebutuhan dan kekuatannya, memastikan keadilan dan kesetaraan," kata Pradana kepada wartawan Kamis (16/5).

Menurut Pradana, negara-negara maju secara historis berkontribusi lebih besar terhadap emisi, sehingga mereka harus mendukung negara-negara berkembang untuk membantu mereka mencapai kemajuan dengan kecepatan yang sama.

"Ini adalah landasan fundamental dari kerjasama antar negara," kata Pradana.

Selain kesetaraan, Pradana juga menyoroti isu greenflation yang sempat diangkat oleh Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, juga kembali dibahas dalam KTT ini.

Greenflation sendiri merupakan ketidakseimbangan antara jumlah penawaran dan permintaan yang membuat biaya transisi energi bersih menjadi tidak terjangkau secara ekonomi di masyarakat.

"Berdasarkan pengalaman kami (Kementerian Investasi/BKPM), agar transisi energi bersih menjadi berkelanjutan, transisi tersebut harus terjangkau secara ekonomi dan terjangkau. Pertanyaannya adalah bagaimana mencapai hal ini," kata Pradana.

Itu sebabnya, Pradana meminta pemerintah Indonesia juga berevolusi dari sekedar regulator, menjadi fasilitator dan matchmaker.

"Kementerian Investasi di Indonesia berwenang memberikan insentif fiskal, seperti tax holiday dan tunjangan," kata Pradana.


Populer

Pengamat: Kembalikan Citra, Hery Gunardi Pantas Dicopot Jadi Dirut BSI

Sabtu, 22 Juni 2024 | 19:46

Bermain Imbang Tanpa Gol, Laga Prancis Vs Belanda Diwarnai Kontroversi

Sabtu, 22 Juni 2024 | 04:09

Bey Ingatkan Gen Z Tak Jadikan Lansia Tulang Punggung Keluarga

Kamis, 20 Juni 2024 | 06:00

Bey Machmudin Ingatkan Warga Jangan Coba-coba Mengakali PPDB

Selasa, 25 Juni 2024 | 03:45

Bey Machmudin akan Serius Tangani Judi Online di Jabar yang Tembus Rp3,8 T

Rabu, 26 Juni 2024 | 18:20

Bey Perintahkan Pemkot Bandung Pulihkan Sungai Citarum

Kamis, 20 Juni 2024 | 03:00

Wali Kota Semarang Gratiskan Biaya di 41 SMP Swasta

Minggu, 23 Juni 2024 | 00:46

UPDATE

Zulkifli Hasan Tiba di Lokasi Rakernas PAN

Sabtu, 29 Juni 2024 | 09:50

Adik Raja Charles Gegar Otak setelah Ditabrak Kuda

Sabtu, 29 Juni 2024 | 09:49

Kedubes Australia dan INA Bermitra untuk Tingkatkan Kerja Sama dan Investasi di Indonesia

Sabtu, 29 Juni 2024 | 09:30

Cerita Indira Soediro Perjuangkan Wasiat Orang Tua

Sabtu, 29 Juni 2024 | 09:24

Gunakan Teknologi AI, Google Translate Tambahkan 110 Bahasa Baru

Sabtu, 29 Juni 2024 | 09:16

Satelit Rusia Hancur Berkeping-keping di Ruang Angkasa, Bikin Panik Astronot ISS

Sabtu, 29 Juni 2024 | 08:54

Terungkap Alasan Sebenarnya Jenderal Militer Bolivia Lakukan Kudeta

Sabtu, 29 Juni 2024 | 08:53

Pakar Ekonomi Khawatir Rupiah Tambah Jebol

Sabtu, 29 Juni 2024 | 08:53

Gerindra Sumut: Radar Pendamping Bobby Nasution Mengarah ke Teguh Santosa

Sabtu, 29 Juni 2024 | 08:40

Pemutusan Hubungan Kerja

Sabtu, 29 Juni 2024 | 08:28

Selengkapnya