Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting/Ist
Sebagai pilar keempat demokrasi, pers berkontribusi dalam memantau kinerja lembaga-lembaga demokrasi, baik badan-badan pemerintah, organisasi-organisasi sipil, maupun perusahaan-perusahaan publik.
Peran sentral media massa harus dipahami elite politik dalam hal ini pembuat undang-undang, baik pemerintah dan DPR.
“Elite politik jangan hanya bisa menerima pemberitaan yang baik-baik saja, seperti prestasi kerja yang meningkat," kata pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting dalam keterangannya yang diterima
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/5).
Menurut Ginting, elite politik juga harus mau menerima kenyataan pahit adanya berita buruk yang dapat menimbulkan kegaduhan.
Misalnya terjadi pelanggaran etika politik, hukum, dan ekonomi yang bisa ditindaklanjuti aparat penegak hukum.
"Itulah kontribusi jurnalisme investigasi,” ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.
Dikemukakan, misalnya apabila terjadi perselingkuhan antara lembaga-lembaga eksekutif dengan legislatif, maupun yudikatif.
Siapa yang akan melakukan investigasi, jika bukan jurnalisme investigasi. Di situlah peran pers terhadap akuntabilitas dengan memantau fungsi lembaga-lembaga tersebut.
“Jika lembaga-lembaga negara tidak menjalankan amanat konstitusi, maka pers wajib mengungkapkan adanya disfungsi, ketidakjujuran, bahkan kesalahan penyelenggara negara," kata Ginting.
Ginting mengungkapkan, salah satu kewajiban wartawan turut menentukan agenda kehidupan demokrasi, sekaligus mengingatkan elite politik agar jangan mempermainkan undang-undang yang mengebiri kebebasan pers.
"Tugas suci jurnalisme investigasi itu layaknya penyelidikan terhadap adanya kejanggalan yang dapat merugikan kepentingan publik," demikian Ginting.