Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi masih cenderung tertekan pada perdagangan Rabu (17/4).
Pada awal perdagangan Rabu pagi, rupiah tergelincir 76 poin atau 0,47 persen menjadi Rp16.252 per dolar AS.
Kemarin, Selasa (16/4), rupiah ditutup melemah 2,07 persen ke Rp16.175,5 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS menguat 0,08 persen ke 106,29.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah masih akan ditutup melemah pada rentang Rp16.160-Rp16.250 per dolar AS pada Rabu (17/4). Menurutnya, Rupiah juga menghadapi sikap Federal Reserve yang masih ragu memangkas suku bunga sehingga dolar AS cenderung tinggi.
Ia menjelaskan salah satu penyebab penguatan indeks dolar adalah karena menguatnya data ekonomi AS, salah satunya data penjualan ritel yang naik 0,7 persen dari bulan lalu.
The Fed bisa saja menaikkan suku bunga karena eskalasi konflik yang tinggi di timur tengah. Di sisi lain, menurutnya, komentar dari pejabat The Fed yang mengatakan kemungkinan besar The Fed tidak akan menurunkan suku bunga di semester II/2024 atau hanya menurunkan 25 bps membuat indeks dolar kembali mengalami penguatan.
Konflik Iran-Israel juga kemungkinan membuat indeks dolar akan menuju 110-112, yang merupakan level tertinggi sepanjang masa yang ditakutkan pasar.
Dampaknya untuk Indonesia akan membuat harga minyak mentah mengalami kenaikan sampai 100 dolar AS per barrel dan ini akan membuat impor minyak Indonesia membengkak.
"Indonesia adalah salah satu importir minyak mentah terbesar di Asia," kata Ibrahim.
Selain Rupiah, mata uang lain di kawasan Asia juga ditutup bervariasi pada Selasa sore. Yen Jepang turun 0,10 persen, dolar Singapura turun 0,12 persen, dolar Taiwan turun 0,36 persen , won Korea Selatan turun 0,77 persen, dan peso Filipina turun 0,31 persen.
Rupee India juga terdampak dan mengalami penurunan 0,09 persen, juga dengan yuan China yang melemah 0,02 persen, ringgit Malaysia melemah 0,29 persen. Beda halnya dengan baht Thailand yang naik 0,25 persen.