Momen saat Menteri Nadiem Makarim berswafoto bersama Bobby Nasutio, Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah beberapa waktu lalu/Ist
Hingga saat ini belum ada kepastian mengenai sosok yang akan diusung oleh Partai Golkar untuk Pilgubsu 2024. Dua nama yakni Bobby Nasution dan Musa Rajekshah alias Ijeck terus menjadi dua sosok yang diperbincangkan.
Pengamat politik UMSU, Sohibul Anshor Siregar menilai, dari dua nama tersebut Ijeck memiliki kans lebih baik untuk diusung partai berlambang beringin tersebut.
“Sebab, sosok yang kini menjabat Ketua DPD Golkar Sumut itu terbukti berhasil memimpin Golkar memenangkan pemilu legislatif 2024 di Sumatera Utara,” katanya, Selasa (9/4).
Dalam analisis Sohibul, jika Golkar mencalonkan Bobby Nasution dengan alasan faktor kedekatan dengan presiden Joko Widodo maka hal itu akan sangat beresiko. Sebab, meskipun Ijeck akan tunduk pada keputusan DPP, namun para kader di tingkat akar rumput belum tentu mudah untuk diyakinkan.
“Mungkin saja tak akan ada "pemberontakan terbuka" dari grassroot. Tetapi perlawanan diam mereka sangat potensil terjadi. Dampaknya pada peluang keterpilihan Bobby Nasution sangat perlu dihitung,” ujarnya.
Kalangan grassroot partai Golkar pun akan menyoal banyak hal, termasuk peran dan fungsi kaderisasi dalam politik. Tentu saja hal ini berkaca dari Pilkad Medan 2020 lalu dimana Bobby Nasution datang, masuk ke PDIP dan menjadi Calon Walikota dengan mengorbankan petahana dari partai moncong putih Akhyar Nasution.
“Katakanlah misalnya Ijeck diimingi jabatan menteri sebagai konvensasi. Itu tak serta merta dapat menjadi solusi. Karena dalam partai Golkar banyak jumlah kader militan yang amat berpengaruh dan yang dengan kesadaran ideologisnya mampu menentukan pilihan politik dengan mengenyampingkan faktor-faktor yang mencederai pentingnya nilai kesetiaan berpartai. Mungkin saja nama mereka tidak tercantum dalam struktur partai di level mana pun,” pungkasnya.
Pada sisi lain, Direktur NBasis ini menganggap Bobby Nasution tak cukup hanya menundukkan Golkar, karena figur kuat lainnya sangat potensil muncul dari partai lain seperti Gerindra. Selain itu semua partai koalisi pilpres harus dianggap sebagai pasukan utama pemenangan untuk lebih memastikan peluang.
“Karena itu Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional, misalnya, beserta partai-partai lain yang dapat diajak, harus dianggap satu ikat untuk sama-sama diborong agar tak dimungkinkan memunculkan saingan,” pungkasnya.