Berita

Gedung Mahkamah Konstitusi/Net

Hukum

MK Kabulkan Penghapusan Sejumlah Pasal Karet di KUHP

KAMIS, 21 MARET 2024 | 20:58 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Sejumlah ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dianggap sebagai pasal karet, akhirnya disepakati Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dihapus.

Hal tersebut diputuskan dalam Sidang Pembacaan Putusan Nomor 78/PUU-XXI/2023, di Ruang Sidang Utama MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (21/3).

"Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Disampaikan Hakim Konstitusi Arsul Sani, pertimbangan hukum MK menerima permohonan Pemohon perkara yang dalam hal ini Haris Azhar dan Fatiah, adalah dalil hukum yang diajukan.

Disebutkan Arsul, Pasal 14 dan 15 KUHP yang intinya mengatur larangan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dan “kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan”, dianggap dapat menjadi pemicu terhadap sifat norma pasal-pasal a quo menjadi "pasal karet" yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum.

Sementara jika mengacu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud "pasal karet" adalah pasal dalam undang-undang yang tidak jelas tolok ukurnya.

Terlebih, MK menilai dalam perkembangan teknologi informasi seperti saat ini, masyarakat dapat memperoleh informasi dengan mudah dan cepat tanpa mengetahui apakah berita yang diperoleh adalah berita bohong atau berita benar dan berita yang berkelebihan.

"Sehingga berita dimaksud tersebar dengan cepat kepada masyarakat luas yang hal demikian dapat berakibat dikenakannya sanksi pidana kepada pelaku dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 tersebut," ucap Arsul.

Menurut MK, lanjut Arsul, terdapat ketidakjelasan terkait ukuran atau paramater yang menjadi batas bahaya dari tersebarnya berita bohong. Terutama, terkait apakah dapat menciptakan keonaran sehingga dapat diartikan sebagai kerusuhan yang membahayakan negara.

Oleh karena itu, ditegaskannya, penggunaan kata keonaran dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP berpotensi menimbulkan multitafsir, karena antara kegemparan, kerusuhan, dan keributan memiliki gradasi yang berbeda-beda, demikian pula akibat yang ditimbulkan.

"Dengan demikian, terciptanya ruang ketidakpastian karena multitafsir tersebut akan berdampak pada tidak jelasnya unsur-unsur yang menjadi parameter atau ukuran dapat atau tidaknya pelaku dijerat dengan tindak pidana," demikian Arsul menambahkan.

Ditambahkan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, menyampaikan penilaian tentang unsur "onar atau keonaran" yang termuat dalam Pasal 14 KUHP sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan teknologi informasi saat ini.

Dia memandang, masyarakat sudah memiliki akses yang luas dan mudah terhadap informasi melalui berbagai media, khususnya media sosial. Sehingga dinamika yang terjadi dalam mengeluarkan pendapat dan kritik berkenaan dengan kebijakan pemerintah di ruang publik, adalah dinamika demokrasi.

"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, menurut Mahkamah dengan adanya rumusan norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 yang luas dan tidak jelas sehingga dapat diartikan secara tidak terbatas dan beragam," tuturnya.

"(Itu) telah menyebabkan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara," sambung Enny.

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

UPDATE

Dirjen Anggaran Kemenkeu Jadi Tersangka, Kejagung Didesak Periksa Tan Kian

Sabtu, 08 Februari 2025 | 21:31

Kawal Kesejahteraan Rakyat, AHY Pede Demokrat Bangkit di 2029

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:55

Rocky Gerung: Bahlil Bisa Bikin Kabinet Prabowo Pecah

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:53

Era Jokowi Meninggalkan Warisan Utang dan Persoalan Hukum

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:01

Tepis Dasco, Bahlil Klaim Satu Frame dengan Prabowo soal LPG 3 Kg

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:50

Dominus Litis Revisi UU Kejaksaan, Bisa Rugikan Hak Korban dan tersangka

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:28

Tarik Tunai Pakai EDC BCA Resmi Kena Biaya Admin Rp4 Ribu

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:16

Ekspor Perdana, Pertamina Bawa UMKM Tempe Sukabumi Mendunia

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:41

TNI AL Bersama Tim Gabungan Temukan Jenazah Jurnalis Sahril Helmi

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:22

Penasehat Hukum Ungkap Dugaan KPK Langgar Hukum di Balik Status Tersangka Sekjen PDIP

Sabtu, 08 Februari 2025 | 17:42

Selengkapnya