Berita

Senior Advisor on Maritime Security dari Non-Profit Organization Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Andreas Aditya Salim dalam diskusi "Deep Blue Scars Environmental Threats to the South China Sea" di Jakarta, Jumat, 15 Maret 2024/Ist

Dunia

IOJI: Tidak Ada Mekanisme Hukum yang Mengatur Perlindungan Ekosistem Laut China Selatan

JUMAT, 15 MARET 2024 | 17:46 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Tidak adanya mekanisme hukum yang kuat, menjadi alasan mengapa begitu banyak kasus pelanggaran terhadap perikanan dan perlindungan ekosistem di Laut China Selatan.

Hal itu diungkap oleh Senior Advisor on Maritime Security dari Non-Profit Organization Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Andreas Aditya Salim dalam diskusi "Deep Blue Scars Environmental Threats to the South China Sea" di Jakarta, Jumat (15/3).

Andreas menyoroti aktivitas perusakan lingkungan yang dilakukan oleh aktor di sekitar Laut China Selatan seperti pengerukan atau dredging, giant clam harvesting, serta penangkapan ikan besar-besaran.

Dari hasil penelitian IOJI, kata Andreas, sedikitnya ada tiga lembaga regional perikanan di Laut Cina Selatan, yaitu Western & Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), Asia Pacific Fishery Commission (APFIC) dan Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC).

Kendati demikian, dua lembaga yaitu APFIC dan SEAFDEC hanya memiliki fungsi advisory dan satu lainnya yakni WCPFC memiliki fungsi manajemen namun mengecualikan area Laut China Selatan.

"Di luar dari konteks perikanan, tidak ada lembaga yang bertanggungjawab atas pengelolaan dan perlindungan lingkungan laut di LCS," ungkapnya.

Adapun mekanisme ASEAN yang mengatur laut China Selatan yakni South China Sea Code of Conduct (CoC), masih dalam perundingan dengan China dan belum jelas kapan dokumen ini selasai.

"Jadi saya belum bisa menganggap mekanisme ini berhasil," kata Andreas.

Andreas juga membahas soal ASEAN Centre for Biodiversity (ACB), tetapi lembaga ini hanya fokus kepada biodiversity yang berada di dalam wilayah yurisdiksi masing-masing negara ASEAN.

"Fokus ACB adalah pelaksanaan Convention on Biological Diversity (CBD) yang ruang lingkupnya adalah biodiversity within national jurisdiction," jelasnya.

Karena kekosongan tersebut, Andreas mengajukan dua cara yang bisa ditempuh untuk menghentikan perusakan lingkungan di Laut China Selatan.

Pertama, negara-negara anggota ASEAN bekerjasama secara langsung, tidak melalui ASEAN, untuk merumuskan mekanisme tertentu dalam rangka menghentikan aktivitas China di Laut China Selatan.

"Menghadapi China bukan perkara sederhana. ASEAN tentu dapat menjadi salah satu jalan untuk itu, namun mengingat situasi geopolitik saat ini, kerjasama yang lebih luas dari ASEAN diperlukan. Situasi Laut China Selatan sulit untuk dapat diselesaikan secara one-on-one," papar Andreas.

Kedua, negara-negara mengakui kewajiban perlindungan lingkungan sebagai obligation of a State towards international community as a whole atau dikenal sebagai erga omnes obligation dalam hukum internasional.

"Ini berarti, perlindungan lingkungan sama pentingnya dengan perlindungan HAM. Konsekuensinya, negara-negara yang tidak menjadi korban perusakan lingkungan dapat meminta pertanggungjawaban China atas perbuatan yang dilakukannya di Laut China Selatan," pungkasnya.

Populer

Pesawat Nepal Jatuh, Hanya Satu Orang yang Selamat

Rabu, 24 Juli 2024 | 15:16

Walikota Semarang dan 3 Lainnya Dikabarkan Berstatus Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:43

KPK Juga Tetapkan Suami Walikota Semarang dan Ketua Gapensi Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 16:57

Walikota Semarang dan Suami Terlibat 3 Kasus Korupsi

Rabu, 17 Juli 2024 | 17:47

KPK Bakal Audit Semua Rumah Sakit Telusuri Dugaan Fraud BPJS Kesehatan

Rabu, 24 Juli 2024 | 18:51

Kantor Rahim di Depok Ternyata Rumah Tinggal, Begini Kondisinya

Rabu, 17 Juli 2024 | 11:05

Duet Airin-Rano Karno Tak Terbendung di Pilkada Banten

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:23

UPDATE

Sabotase Kereta Cepat Jelang Pembukaan Olimpiade Paris, PM Prancis: Ini Dilakukan Terencana

Sabtu, 27 Juli 2024 | 17:47

Banyak Hadiah Menarik Pertamina di Booth dalam Event GIIAS 2024

Sabtu, 27 Juli 2024 | 17:37

Kabar Deklarasi Anies-Zaki, Golkar: Hoax!

Sabtu, 27 Juli 2024 | 17:15

Ekonomi Lesu, Laba Industri China Justru Naik 3,6 Persen

Sabtu, 27 Juli 2024 | 17:07

Putri Suku Oburauw Catar Akpol: Saya Busur Panah untuk Adik-adik

Sabtu, 27 Juli 2024 | 16:58

Kuasa Hukum Dini: Hakim Persidangan Greg Tannur Berat Sebelah

Sabtu, 27 Juli 2024 | 16:35

Dimyati Masih Ngarep Golkar dan PDIP Gabung

Sabtu, 27 Juli 2024 | 16:10

Menyusul TNI, Polri Rotasi 6 Kapolda Jelang Pilkada

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:32

Masih Cair, Peluang Jusuf Hamka di Pilkada Jakarta Masih Terbuka

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:31

4 Pangdam Dirotasi Jelang Pilkada, Ajudan Jokowi jadi Pangdam Brawijaya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:13

Selengkapnya