Sidang perdana gugatan perbuatan melawan hukum atas pembuangan limbah nuklir Fukushima di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis (14/3)/Ist
Sidang perdana gugatan perbuatan melawan hukum atas pembuangan limbah nuklir Fukushima ditunda karena tidak dihadiri oleh Pemerintah Jepang sebagai Tergugat.
Majelis Hakim yang dipimpin Betsji Siske Manoe mengungkapkan proses pemanggilan yang dilakukan Kedutaan Besar Jepang direspons dengan langkah pemanggilan melalui Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia karena dianggap akan melanggar hubungan diplomatik.
Sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) akan melakukan pemanggilan kepada Pemerintah Jepang melalui Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Majelis Hakim kemudian menyatakan sidang ditunda hingga 17 April 2024.
Gugatan yang dilakukan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan Ekomarin diajukan dengan mekanisme sebagai organisasi lingkungan hidup atau dikenal dengan NGO Legal standing.
“Mekanisme ini bisa dilakukan oleh organisasi yang memiliki perhatian atas perlindungan lingkungan yang menempatkan sebagai wali atas lingkungan atau guardian of the environment,” ujar Koordinator Nasional Ekomarin, Marthin Hadiwinata kepada wartawan, Kamis (14/3).
Gugatan PBHI dan Ekomarin telah terdaftar dengan Nomor Perkara: 121/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst di PN Jakpus.
“Gugatan ini dilakukan atas tindakan sepihak dari Pemerintah Jepang menggelontorkan limbah nuklir Fukushima ke perairan Pasifik,” jelas Marthin.
Lanjut dia, pemerintah Jepang telah melakukan pembuangan limbah nuklir dalam 3 (tiga) gelombang sejak bulan Agustus 2023 sampai dengan bulan November 2023 dengan total pembuangan limbah nuklir sebanyak 23.400 metrik ton dan dijadwalkan akan dilanjutkan pada bulan Februari 2024 dengan jumlah 7.800 metrik ton.
“Pembuangan Iimbah nuklir dilakukan PLTN Fukushima ke Samudera Pasifik. Limbah nuklir yang dibuang oleh PLTN Fukushima mengandung 64 zat nuklida radioaktif seperti tritium, karbon-l-l, strontium-90 dan yodium-129 yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi manusia serta mengkontaminasi seluruh biota laut di dalamnya, seperti ikan dan rumput laut yang juga dikonsumsi oleh rakyat Indonesia,” beber Marthin.
Masih kata dia, pembuangan limbah nuklir berbahaya dari PLTN Fukushima dapat mencapai perairan Indonesia melalui arus Tsushima, jalur arus dari pantai barat Jepang ke Laut Cina Selatan melalui pesisir Thailand dan Malaysia berbaur dengan Arlindo (Arus Lintas Indonesia) dari Natuna dan menyebar ke seluruh perairan Indonesia yang berpotensi mencemari perairan laut Indonesia.
“Pembuangan limbah nuklir berbahaya selain dapat mencemari perairan Indonesia juga dapat berdampak buruk pada hasil produk laut Jepang yang diimpor oleh pemerintah Indonesia dan dikonsumsi rakyat Indonesia termasuk yang dijual dan disajikan oleh restoran-restoran Jepang di Indonesia,” jelasnya.
Oleh karena itu, PBHI dan Ekomarin melayangkan beberapa tuntutan kepada Pemerintah Jepang. Di antaranya menuntut Pemerintah Jepang yang telah melanggar Ketentuan Hukum Internasional terkait kewajiban prosedural yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982, The Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter 1972 (London Convention) dan Convention On Nuclear Safety 1994 (Konvensi Keamanan Nuklir 1994).
“Kami menyatakan bahwa perbuatan Pemerintah Jepang membuang limbah nuklir ke laut telah melanggar ketentuan Hak Asasi Manusia untuk mengambil langkah-langkah dalam upaya perbaikan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (2) huruf b Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana yang telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,” pungkas Marthin.