Berita

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti/Ist

Politik

UUD 1945 Berubah, Kualitas Demokrasi Indonesia Alami Penurunan

SENIN, 26 FEBRUARI 2024 | 15:50 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Pemungutan Suara pada Pemilu 2024 usai diselenggarakan. Khusus untuk Pemilihan Presiden (Pilpres), banyak catatan yang diberikan masyarakat, khususnya terkait menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia.

Hal itu menjadi sorotan tajam Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menjadi narasumber secara virtual pada acara Latihan Kader (LK) II HMI Cabang Persiapan Sidoarjo. LaNyalla menjabarkan jika penurunan kualitas demokrasi Indonesia terjadi sejak bangsa ini melakukan amandemen terhadap konstitusi kita lada tahun 1999-2002 silam.

"Itulah konsekuensi dari Pilpres gaya liberal yang kita terapkan sejak Era Reformasi. Tepatnya, setelah kita mengganti Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, dengan Undang-Undang Dasar produk amandemen di tahun 2002," tutur LaNyalla dalam keterangannya, Senin (26/2).

Senator asal Jawa Timur itu menjabarkan salah satu faktor penting menurunnya kualitas demokrasi Indonesia.

Jelasnya, sejak bangsa ini mengganti sistem bernegara, sejak saat itu pulalah parameter dan tolok ukur dalam memilih pemimpin tak lagi didasarkan pada integritas, moralitas dan intelektualitas.

"Yang dikedepankan adalah popularitas dan elektabilitas. Padahal, popularitas bisa di-fabrikasi melalui ilmu komunikasi dan teknologi. Begitu juga elektabilitas bisa di-fabrikasi melalui hasil-hasil survei yang bertujuan mempengaruhi pendapat dan mengarahkan pilihan masyarakat," kata LaNyalla.

Menurutnya, itulah politik kosmetik palsu di era Pilpres saat ini, selain daripada menimbulkan polarisasi di tingkat akar rumput.

"Hal itu sangat tidak produktif, serta menurunkan kualitas kita sebagai bangsa yang beradab dan beretika," tegas LaNyalla.

Kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara juga patut dipertimbangkan agar bangsa ini tak terus menerus menggunakan sistem ala liberal Barat tersebut.

Mengapa hal itu penting dikedepankan? Sebab, kata LaNyalla, sesungguhnya bangsa ini memiliki sistem bernegara tersendiri.

"Sistem yang paling sesuai dengan watak asli bangsa Indonesia yang super majemuk. Sistem yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa," ujar LaNyalla.

Sayangnya, kata lanjut dia, sistem itu kita buang dan kita ganti pada saat Reformasi, hanya karena penyimpangan yang dilakukan Orde Baru. Padahal, seharusnya, saat Reformasi itu, yang kita benahi adalah penyimpangan yang terjadi di era Orde Baru.

"Bukan mengganti sistem bernegara, karena para pendiri bangsa kita telah melakukan uji tuntas atas semua sistem bernegara, baik ala Barat maupun Timur yang semuanya tidak cocok diterapkan di Indonesia, sebagai negara majemuk dan kepulauan ini," terang LaNyalla.

Dikatakan LaNyalla, hal itulah yang saat ini sedang ia perjuangkan. Yakni agar bangsa ini kembali menerapkan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa.

"Caranya adalah dengan kembali menerapkan Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, untuk kemudian kita lakukan amandemen dengan teknik adendum untuk menyempurnakan dan memperkuat, sesuai dengan semangat Reformasi," ujar LaNyalla.

Dengan begitu, kita tidak memberi peluang penyimpangan praktik seperti yang terjadi di Era Orde Lama dan Orde Baru. Tetapi sekaligus kita juga tidak mengubah sistem bernegara asli Indonesia dengan sistem Barat yang individualistik dan liberal serta kapitalistik.

"Itulah yang kita sebut Sistem Pancasila. Sesuai dengan Sila Keempat; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang dijiwai oleh Sila Pertama, Kedua, Ketiga dan Kelima,” bebernya.

“Sehingga bangsa ini akan kembali ke jati dirinya, kembali menjadi bangsa Indonesia yang menghargai nilai-nilai yang telah dirumuskan para pendiri bangsa," pungkas LaNyalla.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya