Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Ir Sugiyono/Net
PASAL 33 UUD 1945 hasil amandemen satu naskah sama sekali tidak mencantumkan bentuk badan hukum koperasi, sehingga pasal tersebut bukanlah menetapkan tentang monopoli badan hukum koperasi.
Selanjutnya, ayat (5) dalam Pasal 33 mencantumkan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Persoalannya adalah muncul pendapat bahwa bentuk badan hukum BUMN perlu dicabut dan diganti menjadi badan hukum koperasi. UU Perkoperasian diatur berdasarkan UU 25/1992.
Hal itu karena UU Perkoperasian 17/2012 dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga UU Perkoperasian yang berlaku dewasa ini adalah UU 25/1992.
UU BUMN yang berlaku adalah UU 19/2003. Dalam perkembangannya sedang dibicarakan untuk melakukan revisi UU BUMN, bahkan terbuka pilihan wacana untuk menyusun UU BUMN yang baru sama sekali dan berbeda dibandingkan UU BUMN 19/2003.
Dalam hal ini, gagasan mengganti BUMN menjadi koperasi terkesan kuat adalah untuk mengambil alih badan hukum BUMN menjadi koperasi terkait dengan momentum perdebatan untuk merevisi RUU BUMN, ataukah menyusun RUU BUMN yang baru sama sekali.
UU BUMN 19/2003 Pasal 9 membuat klasifikasi BUMN menjadi Persero dan Perum. Sementara itu UU Perkoperasian 25/1992 membuat klasifikasi koperasi menjadi koperasi primer dan koperasi sekunder. Ketentuan Persero ini mengacu pada UU Perseroan Terbatas 1/1995. Selanjutnya UU Perseroan Terbatas terbaru adalah UU 40/2007.
Tujuan Persero dalam UU BUMN 19/2003 adalah untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Sementara itu tujuan Perum adalah sama sekali tidak mencantumkan syarat mengejar keuntungan.
Sementara itu tujuan koperasi juga sama sekali bukan untuk mengejar keuntungan sebagaimana BUMN Persero. Secara konkret tujuan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Akan tetapi tujuan BUMN Perum sama sekali tidak sama dengan tujuan koperasi, yaitu BUMN Perum bertujuan penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Jadi, koperasi sama sekali tidaklah bertujuan yang serba sama dibandingkan BUMN Persero dan BUMN Perum.
Bentuk badan hukum koperasi sama sekali bukanlah suatu perusahaan. Ada perbedaan yang mendasar bukan hanya terminologi konsumen dan kepemilikan. Konsumen koperasi dapat merupakan anggota, pengurus, dan non anggota, sedangkan konsumen BUMN hanya dibedakan sebagai karyawan dan non karyawan.
Non anggota pada koperasi dan non karyawan pada BUMN tidak mendapat bagi hasil atau keuntungan, sedangkan BUMN membayar dividen dan pajak untuk kontribusi kepada masyarakat selain produk barang dan jasa yang dibeli, yang dapat dinikmati secara tidak langsung oleh non karyawan pada BUMN.
Jadi, mengubah badan hukum BUMN menjadi koperasi berdampak terhadap hilangnya dividen dan perlakuan privilege pajak untuk non anggota koperasi.
Informasi yang keliru tentang jumlah BUMN yang berkurang bukanlah karena merugi atau bangkrut, melainkan pemanfaatan strategi holdingisasi untuk meningkatkan efisiensi dan skala perusahaan.
Sementara itu pada kasus koperasi terjadi banyak sekali koperasi ditutup karena tidak aktif. Di samping itu hilangnya dasar pengambilan keputusan RUPS atas dasar kepemilikan saham yang hilang atas pengubahan BUMN menjadi koperasi yang menjadi
one man one vote, akan menimbulkan tidak adanya insentif atas kepemilikan modal.
Terlebih usaha memodernisasikan peran modal dalam UU Perkoperasian 17/2012 telah dicabut oleh MK. Di samping itu, tidak terbukanya kepemilikan asing, akan membawa BUMN menjadi Perusahaan yang tertutup dan mengurangi semangat transparansi usaha.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, pengajar Universitas Mercu Buana