Berita

Komisi Pemberantasan Korupsi/RMOL

Hukum

Mantan Anak Buah Yasonna Laoly Dibidik dalam Kasus Pungli Rutan KPK

KAMIS, 15 FEBRUARI 2024 | 20:07 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah membidik seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kini ada di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait keterlibatannya menjadi otak pungutan liar (pungli) di Rutan KPK menjadi sistematis dan terstruktur.

Seorang ASN dimaksud adalah bernama Hengky. Sebelum pindah ke Pemprov DKI Jakarta, Hengky menjadi Pegawai Negeri Yang Diperkerjakan (PNYD) di KPK yang berasal dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban Rutan KPK.

"Dalam kasus ini memang kita tidak periksa dia, karena menurut pembuktian, semua diperiksa mengaku. Jadi kami merasa tidak perlu sampai memeriksa dia lagi, karena sudah terbukti menerima uang semua ini," kata Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean saat konferensi pers usai pembacaan putusan sidang etik terhadap 90 orang pegawai Rutan KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jalan HR Rasuna Said Kav C1, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (15/2).


Saat di Rutan KPK kata Tumpak, Hengky berperan menunjuk seorang "lurah" yang merupakan seorang pegawai KPK yang mempunyai tugas untuk mengambil uang bulanan dari koordinator tempat tinggal (korting) atau orang kepercayaan/keluarga tahanan, dan selanjutnya membagikannya kepada para pegawai Rutan KPK.

"Awal mulanya, sehingga terstruktur secara baik. Jadi pungli ini memang sudah terstruktur secara baik. Angka-angkanya pun dia (Hengky) yang menentukan pada awalnya, Rp20-30 juta kalau memasukkan handphone. Begitu juga setiap bulan harus setor Rp5 juta, supaya bebas memakai handphone," jelas Tumpak.

Sementara itu, Anggota Dewas KPK, Albertina Ho mengatakan, Hengky sejak 2022 lalu sudah pindah dan berdinas di Pemprov DKI Jakarta.

"Untuk etik kami tidak bisa melakukan apa-apa (terhadap Hengky), untuk pidana masih bisa dijangkau, karena kewenangan pidana itu ada pada KPK untuk memproses itu. Kemudian kalau ditanyakan bagaimana mengenai disiplinnya, disiplinnya ini kami juga tidak bisa menjangkau, karena dia sudah di Pemprov DKI," kata Albertina.

Namun demikian kata Albertina, atas putusan sidang etik ini yang menyeret nama Hengky, pihaknya juga akan memberitahukan kepada instansi asalnya.

"Mengenai penunjukan lurah itu bagaimana? Itu sebenarnya kalau kita lihat, awal mula mereka pungutan-pungutan itu, itu sebenarnya belum tersusun secara sistematis, jadi masih pribadi-pribadi. Lalu kemudian setelah adanya Hengky, mulai dibuatlah secara sistematis," terang Albertina.

Senada dengan Tumpakz Albertina pun menyebut bahwa setelah adanya Hengky, pungli di Rutan KPK menjadi lebih sistematis. Bahkan, setelah Hengky sudah tidak tugas di Rutan KPK, posisi "lurah" dilanjutkan dengan cara ditunjuk oleh para pegawai terhadap pegawai yang dituakan.

"Sampai saat ini yang kami ketahui itu ada sekitar 9 orang yang bertindak sebagai lurah," pungkas Albertina.

Kasus pungli di Rutan KPK ini telah terjadi sejak 2018 hingga 2023. Dewas KPK pun sudah menjatuhkan sanksi berat berupa permohonan maaf secara terbuka dan langsung terhadap 78 orang pegawai Rutan KPK. Sedangkan 12 orang lainnya yang menerima uang pungli sebelum adanya Dewas KPK, diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk dilakukan sidang disiplin. Sehingga, total pegawai yang sudah disidang etik sebanyak 90 orang.

Para terperiksa tersebut terbukti menerima uang bulanan dari para tahanan KPK agar bisa memasukkan handphone, barang/makanan, dan lainnya ke dalam tahanan sejak 2018-2023. Uang yang diterima paling sedikit sebesar Rp2 juta, dan paling banyak sebesar Rp425,5 juta.

Para terperiksa menerima uang bulanan sebagai uang "tutup mata" agar membiarkan tahanan menggunakan handphone. Para terperiksa rata-rata menerima uang Rp3 juta setiap bulannya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya