PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter) tengah membutuhkan modal tambahan yang besar untuk pengadaan tambahan kereta rel listrik (KRL) hingga 2027 mendatang.
Direktur Utama PT KCI, Asdo Artriviyanto, memprediksi pihaknya membutuhkan dana hingga Rp8,65 triliun untuk pengadaan KRL baru produksi dari INKA, atau retrofit (penambahan teknologi atau fitur baru pada sistem lama) untuk mengganti KRL tua yang ada saat ini.
Adapun modal tambahan itu akan didukung juga melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) melalui PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp5 triliun, sementara sisanya akan dipenuhi dengan pinjaman bank sebesar Rp3,65 triliun.
"Kita sebenarnya sudah mendapat dukungan pemerintah melalui PMN. Permohonan PMN itu melalui KAI, jadi PMN itu ke KAI, kemudian dari KAI yang akan deliver ke KCI. Jumlahnya kita ajukan Rp8,65 triliun kebutuhan capex, di mana Rp3,65 triliun ini KCI harus pinjam ke bank melalui loan," kata Asdo dalam konferensi pers di Kantor Pusat KCI, Jakarta, Kamis (11/1)
Dari PMN sebesar Rp5 triliun, lanjut Asdo, yang baru akan cair di tahun 2024 ini hanya Rp2 triliun, sementara sisanya akan cair sampai dengan tahun 2026 mendatang.
"Rp2 triliun di tahun 2024, Rp1,5 triliun di tahun 2025, dan Rp1,5 triliun (lagi) di tahun 2026," jelasnya.
Lebih lanjut, Asdo menjelaskan adanya perbedaan masa ekonomis operasional rangkaian kereta baru dengan yang retrofit.
Menurutnya jika rangkaian kereta baru bisa beroperasi hingga 30 tahun ke depan, sedangkan yang retrofit masa ekonomis operasionalnya hanya 15 tahun.
"Beberapa kereta kita yang masuk masa konservasi, yang harusnya pensiun kita retrofit sehingga performanya jadi baru lagi. Walau nilai ekonomisnya tidak seperti baru, kalau retrofit ini penyehatan atau diganti komponennya, sehingga menyerupai baru, nilai ekonomisnya hampir separuhnya, (yakni) 15 tahun," pungkasnya.