Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Dosen Geografi Universitas Islam '45 (Unisma) Kota Bekasi, Rasminto/Ist
MENYIMAK visi Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto yang baru dilantik Presiden Joko Widodo pada Rabu, 22 November 2023, dengan visi PRIMA yang merangkum unsur Profesional, Responsif, Integratif, Modern, dan Adaptif, membawa harapan besar untuk membentuk TNI yang lebih kuat, adaptif, dan mampu menjawab tantangan masa kini dan masa depan.
Pertama, harapannya adalah TNI dapat menjadi lebih profesional dengan personel yang memiliki keahlian dan dedikasi tinggi, menjunjung tinggi etika militer, dan mampu menjalankan tugas dengan tingkat profesionalisme yang tinggi.
Kedua, responsif menjadi kunci dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis yang cepat berubah. Dengan responsibilitas yang tinggi, TNI diharapkan mampu merespons dengan cepat terhadap setiap perkembangan situasi yang memerlukan tindakan.
Integratif menjadi harapan agar seluruh komponen dan satuan dalam TNI dapat bekerja bersama secara sinergis. Integrasi yang baik akan memastikan efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan misi pertahanan dan keamanan nasional.
Ketiga, modern. Diharapkan TNI dapat terus mengadopsi teknologi terkini dan metodologi modern dalam operasional mereka. Ini termasuk penggunaan teknologi canggih dalam pemantauan, komunikasi, dan strategi pertahanan.
Terakhir, adaptif. Harapannya adalah TNI dapat menjadi lebih adaptif terhadap perkembangan dan perubahan, baik dalam hal teknologi, taktik militer, maupun dinamika geopolitik global. Kemampuan beradaptasi menjadi kunci dalam mempertahankan daya saing dan kesiapan operasional.
Secara keseluruhan, visi PRIMA menciptakan harapan untuk TNI yang tidak hanya tangguh secara militer tetapi juga mampu beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Dengan menerapkan nilai-nilai ini, diharapkan TNI dapat menjaga dan memperkuat peran strategisnya dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Namun, dihadapkan dalam era digital yang penuh gejolak, sorotan visi keberadaan "profesionalisme TNI" menjadi pilar utama dalam menjaga dan memperkuat ketahanan siber. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat membawa tantangan baru dalam menjaga keamanan nasional. Dalam konteks ini, TNI tidak hanya berperan sebagai penjaga perbatasan fisik, tetapi juga sebagai pelindung ketahanan siber negara.
Profesionalisme TNI dalam memperkuat ketahanan siber tercermin dari kesungguhan TNI untuk terus berkembang seiring dengan dinamika ancaman digital. Memiliki pemahaman yang mendalam terhadap landscape siber saat ini menjadi landasan bagi TNI untuk menghadapi serangkaian tantangan yang semakin kompleks. Keseriusan pimpinan TNI dalam menghadapi ancaman siber mencerminkan komitmen untuk melindungi integritas sistem informasi nasional.
Secara institusi, TNI menghadapi tugas yang kompleks dalam menanggapi serangan siber yang semakin canggih. Profesionalisme ini tercermin dalam kemampuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menanggapi serangan dengan cepat dan efektif. Selain itu, pengembangan kapabilitas keamanan siber yang terus-menerus dilakukan oleh TNI harus menunjukkan bahwa TNI siap menghadapi berbagai ancaman yang dapat muncul dari berbagai arah.
Kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait, baik di tingkat nasional maupun internasional, adalah cerminan dari profesionalisme TNI dalam mengakui kompleksitas ancaman siber. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat pertukaran informasi, tetapi juga menciptakan sinergi untuk mengembangkan solusi yang lebih efektif.
Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan menjadi landasan profesionalisme TNI dalam memahami dan menghadapi ancaman siber. TNI secara konsisten meningkatkan pengetahuan personelnya agar tetap relevan dalam menghadapi teknologi yang terus berkembang. Responsibilitas terhadap prinsip etika dan hukum dalam operasi siber adalah bagian integral dari profesionalisme ini, memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil oleh TNI sesuai dengan norma-norma internasional dan nilai kemanusiaan.
Sebab, ancaman siber bagi TNI memiliki potensi untuk menimbulkan konsekuensi serius. Pertama, TNI akan kehilangan keunggulan militernya, yakni adanya ancaman siber dapat mengganggu kemampuan komunikasi, koordinasi, dan kontrol atas pasukan. Ini dapat menghambat efektivitas operasi militer dan memberikan keuntungan bagi pihak lawan.
Kedua, mengganggu operasi militer, yakni adanya ancaman siber dapat mengganggu operasi militer, termasuk pemotongan akses ke sistem komunikasi, sistem senjata, atau infrastruktur penting. Hal ini dapat menghambat pelaksanaan tugas militer yang krusial.
Ketiga, memudarnya jati diri TNI, yakni adanya ancaman siber juga dapat mencakup upaya untuk mempengaruhi pergeseran jati diri TNI yang mencakup tentang “Kebanggaan, Dedikasi, dan Keberagaman dalam Pelayanan kepada Bangsa”, melalui serangan propaganda dan manipulasi opini publik sehingga mendegradasikan kekuatan moril, solidaritas nasional dan kemanunggalan TNI dengan rakyat.
Dengan memperkuat tingkat profesionalisme dalam berbagai aspek ini, diharapkan TNI tidak hanya melindungi jaringan siber negara, tetapi juga menjadikan ketahanan siber sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi pertahanan nasional. Sehingga, terkhusus pada profesionalisme TNI dalam domain siber akan memainkan peran kunci dalam melindungi keamanan dan kedaulatan negara.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Dosen Geografi Universitas Islam '45 (Unisma) Kota Bekasi