Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Ekonom: BRICS akan Mengakhiri Dominasi Dolar AS

SENIN, 06 NOVEMBER 2023 | 09:35 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Upaya negara-negara BRICS meningkatkan penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan di antara anggotanya menjadi tantangan besar bagi mata uang dolar AS.

Dalam sebuah artikel untuk majalah Foreign Policy yang diterbitkan awal pekan ini, Joe Sullivan, mantan penasihat khusus di Dewan Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengungkapkan kekhawatirannya. Ia menyatakan bahwa BRICS kemungkinan besar akan menghilangkan hegemoni dolar atas perdagangan global.

BRICS yang saat ini terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, akan secara resmi menambahkan Argentina, Mesir, Etiopia, Iran, Arab Saudi, dan UEA sebagai anggota pada bulan Januari mendatang. Menurut perkiraan, kelompok yang diperluas, yang Sullivan sebut sebagai BRICS+, akan mewakili hampir setengah PDB global pada tahun 2040.

“BRICS+ dapat membawa perekonomian negara-negara Selatan dari abad ke-20 ke abad ke-21," kata Sullivan.

"Pada abad ke-21, blok ekonomi non-Barat, seperti BRICS+, dapat memperoleh pengaruh atas negara-negara Barat. Embargo minyak pada abad ke-20 mungkin tampak ketinggalan jaman, bahkan kecil sekali, dibandingkan dengan tindakan perdagangan dan keuangan abad ke-21 yang secara teoritis dapat dikelola oleh BRICS+," ujarnya.

Ia mencatat bahwa tiga anggota awal blok tersebut – Brasil, China, dan Rusia – adalah eksportir utama logam mulia dan logam tanah jarang. Penambahan Mesir, Ethiopia, dan Arab Saudi – tiga negara yang mengelilingi Terusan Suez, yang merupakan arteri perdagangan utama – akan memberikan pengaruh pada blok tersebut terhadap 12 persen perdagangan global.

"Arab Saudi, Iran, dan Uni Emirat Arab, yang merupakan eksportir utama bahan bakar fosil, akan memberi bobot lebih besar pada kelompok ini di pasar komoditas. Selain itu, Arab Saudi memiliki obligasi Treasury AS senilai lebih dari $100 miliar, yang memperluas pengaruh ekonomi yang dimiliki BRICS+ dalam kepemilikan keuangan,” kata Sullivan.

Sementara itu, negara-negara BRICS juga secara aktif meningkatkan penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan timbal balik, dan bahkan telah mengisyaratkan kemungkinan memperkenalkan mata uang perdagangan tunggal baru pada pertemuan puncak bulan Agustus mendatang.

Meskipun mata uang tersebut masih dalam proses, Sullivan mengatakan bahwa BRICS+ memiliki kekuatan untuk menggulingkan dominasi dolar AS bahkan tanpa BRICS+.

“Negara-negara BRICS+ tidak perlu menunggu sampai mata uang perdagangan bersama sebelum mereka mengayunkan dampak ekonomi mereka yang semakin besar terhadap dolar," kata Sullivan.

"Negara-negara BRICS+ bahkan tidak perlu memiliki mata uang perdagangan bersama untuk mengambil alih kekuasaan King Dollar," ujarnya.

"Jika BRICS+ meminta Anda membayar setiap anggota dalam mata uang nasional masing-masing untuk berdagang dengan salah satu dari mereka, peran dolar dalam perekonomian dunia akan turun," lanjut Sullivan, seraya mencatat bahwa ketika hal itu terjadi berbagai mata uang akan memperoleh keuntungan.

Ekonom tersebut mencatat bahwa, secara umum dunia saat ini sudah lebih matang untuk melakukan de-dolarisasi dibandingkan enam bulan yang lalu karena "pergeseran tektonik" dalam perekonomian China dan di Washington.

Sullivan percaya bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok baru-baru ini berarti BRICS yang lebih seimbang, dan lebih dapat dipercaya untuk melayani kepentingan bersama dibandingkan kepentingan China yang mendominasi.

Sementara itu, ia juga mencatat bahwa ada skeptisisme yang berkembang mengenai seberapa dekat hegemoni dolar dengan kepentingan nasional AS di Washington sendiri.

“Rumor mengenai matinya dolar sebagai cadangan global mungkin telah dibesar-besarkan menjelang pertemuan puncak bulan Agustus (negara-negara BRICS di Johannesburg). Namun kali ini, rumor kematiannya mungkin tidak berlebihan,” tutup Sullivan.

Populer

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Pilkada Jateng dan Sumut Memanas Buntut Perseteruan PDIP Vs Jokowi

Minggu, 03 November 2024 | 13:16

Ketum PITI Sayangkan Haikal Hasan Bikin Gaduh soal Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:01

Inilah Susunan Dewan Komisaris IPC TPK Baru

Jumat, 01 November 2024 | 01:59

Komandan IRGC: Serangan Balasan Iran Melampaui Ekspektasi Israel

Jumat, 01 November 2024 | 12:04

Hizbullah Bombardir Pangkalan Militer Israel Pakai Rudal, Sirine Berdengung Kencang

Sabtu, 02 November 2024 | 18:04

"Geng Judol" di Komdigi Jadi Gunjingan sejak Bapak itu Jabat Menteri

Rabu, 06 November 2024 | 07:53

UPDATE

Geledah Kantor Setda Papua, KPK Amankan Bukti Dokumen dan Barang Elektronik

Jumat, 08 November 2024 | 21:48

Satu Keluarga Meninggal Akibat Kebakaran Rumah di Jakarta Utara

Jumat, 08 November 2024 | 21:35

Komisi V Usul Ada Area Khusus Jamaah Haji dan Umroh di Bandara Soetta

Jumat, 08 November 2024 | 21:21

Dikunjungi Nusron, Polri Siap Sikat Mafia Tanah

Jumat, 08 November 2024 | 20:46

Ketum AMPI: Pinjol Masih Menjadi Pelarian Masyarakat

Jumat, 08 November 2024 | 20:34

Rumput GBK Siap Sambut Selebrasi ‘Knee Slide’ Thom Haye

Jumat, 08 November 2024 | 20:31

Buat Banyak Gebrakan Positif, Kabinet Merah Putih Patut Diacungi Jempol

Jumat, 08 November 2024 | 20:17

Lawatan Presiden Prabowo Bukti Dunia Internasional Menunggu Peran Indonesia

Jumat, 08 November 2024 | 20:09

Kementerian Keuangan Kantongi Rp1.517,5 Triliun Penerimaan Pajak Oktober 2024

Jumat, 08 November 2024 | 19:47

Tukang Pijat jadi Tersangka Karena Tambal Rumah Bocor Pakai Baliho Paslon Bupati

Jumat, 08 November 2024 | 19:02

Selengkapnya