Berita

Gambar udara kondisi kebakaran hutan dan lahan di Desa Sepucuk, Kecamatan Kayuagung, Sumatera Selatan/RMOLSumsel

Nusantara

Dana Penanganan Karhutla di Sumsel Tak Transparan, Audit Harus Segera Dilakukan

SENIN, 09 OKTOBER 2023 | 20:12 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Sebuah tugas berat menyambut Agus Fatoni yang baru saja diamanahkan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel). Apalagi kalau bukan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), yang membutuhkan kerja sama dan sinergi apik antarlembaga juga alokasi anggaran yang tak bisa dibilang sedikit.

Apalagi, upaya penanganan Karhutla di Sumsel tak lepas dari rencana dan strategi preventif yang dilakukan kepemimpinan sebelumnya. Sehingga, Agus dinilai hanya sebagai tukang bersih-bersih.

Seperti diungkap Ketua DPW Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Sumsel, Feriyandi, selama ini karhutla disebut-sebut terjadi karena ulah masyarakat yang membuka lahan karena dibakar, serta akibat kondisi cuaca dan kekeringan ekstrem.

Hal ini bahkan disampaikan Gubernur Herman Deru dalam Rakor Pengendalian Karhutla Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2023 yang diikuti pula oleh KSAD Jenderal Dudung Abdurachman pada awal September lalu.

Namun menurut Feri, sapaan akrabnya, pernyataan Herman Deru ini dibantah tegas oleh Kementerian LHK yang langsung menyegel lahan milik belasan korporasi beberapa hari lalu karena terkait karhutla.

Penyegelan ini membuktikan bahwa sebetulnya penyebab utama karhutla di Sumsel adalah ulah korporasi yang dinilai sejumlah pihak tidak bertanggung jawab. Kondisi ini diperparah oleh ketidaktegasan pemerintah.

"Termasuk di dalamnya bagaimana upaya preentif dan preventif yang dilakukan oleh Pemprov Sumsel dan lembaga yang terkait sebelum terjadinya karhutla," papar Feri, dikutip Kantor Berita RMOLSumsel, Senin (9/10).

Feri menuturkan, pada tahun terakhir kepemimpinan Herman Deru, kejadian luar biasa karhutla meluas dan dirasakan dampaknya secara signifikan oleh masyarakat. Akan tetapi, dana penanganan yang berasal dari APBN maupun APBD terus mengucur kepada pihak-pihak terkait yang selama ini bertanggung jawab dalam penanganan ini.

Misalnya kepada Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD), Dinas PSDA, Dinas LHP, dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel. Tanpa ada kejelasan soal penggunaan dana yang telah dikucurkan.

"Seharusnya disampaikan berapa dana yang diterima dan dikelola untuk apa saja, agar tidak seperti saat ini kita melihat dana besar itu sia-sia," kata Feri.

Karena, dalam Permen LHK No.7 tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Restorasi Gambut, ada tanggung jawab monitoring dan evaluasi yang mengikat setiap Kepala Daerah yang disebutkan dalam beleid tersebut.

Namun, lanjut Feri, sampai saat ini Pemprov Sumsel belum sekalipun menjelaskan besaran dan peruntukkan dana yang dikucurkan untuk penanganan lahan gambut ini.

"Patut diduga terjadi penyelewengan dana yang seharusnya bisa segera diaudit oleh pihak yang berwenang. Belum lagi dugaan kongkalikong dengan korporasi yang ternyata telah merusak lingkungan di Sumsel," ujarnya.

Berdasarkan catatan, luas wilayah gambut di Sumsel mencapai 1,27 juta hektare. Tersebar di Ogan Komering Ilir seluas 638.379 hektare, Banyuasin 303.350 hektare, dan Musi Banyuasin 254.050 hektare.

Kemudian, di Musi Rawas Utara 28.000 hektare, Muara Enim 21.860 hektare, Penukal Abab Lematang Ilir 19.771 hektare, dan Musi Rawas 4.977 hektare.

Oleh sebab itu, Feri tidak hanya mendukung upaya yang dilakukan oleh Agus Fatoni saat ini, tetapi juga mendorong dilakukannya audit investigatif dugaan kerugian negara dalam penanganan karhutla di Sumsel.

Banyak Rusak, Sekat Kanal Belum Optimal Cegah Karhutla

Masalah penanganan karhutla di Sumsel tak hanya soal anggaran yang tak jelas peruntukannya, pembuatan sekat kanal yang selama ini dilakukan juga ternyata belum optimal untuk mencegah meluasnya kebakaran lahan.

Pembangunan sekat kanal sebagai infrastruktur pembasahan gambut masih dilakukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BGRM) dalam beberapa tahun terakhir. Hingga 2022, BRGM dan Pemprov Sumsel telah membangun 1.080 unit sekat kanal, serta 281 unit sumur bor sebagai upaya rewetting atau pembasahan kembali kawasan gambut.

Akan tetapi, infrastruktur tersebut belum optimal untuk mencegah kawasan gambut tidak terbakar kembali. Sebab, kondisi sejumlah sekat kanal sudah rusak, baik karena usia yang sudah tua maupun ikut terbakar.

Pantauan tim Kantor Berita RMOLSumsel di lapangan, salah satu sekat kanal yang mengalami kerusakan di antaranya di kawasan Desa Sepucuk, Kabupaten OKI. Sekat kanal di kawasan tersebut sudah dibangun sejak 2018. Sayangnya, sebagian besar lahan di kawasan Desa Sepucuk masih saja dilalap si jago merah.

Kerusakan sebagian besar sekat kanal ini diamini Kepala Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Sumsel, Dharna Dahlan. Sejumlah sekat kanal yang sudah dibangun BRGM sudah banyak yang kerusakan.

"Sebagian memang ada yang mengalami kerusakan. Kami sedang mendata mana-mana sekat kanal yang sudah mengalami kerusakan dan beserta tingkat kerusakannya. Tahun depan, fokusnya yakni perbaikan sekat kanal," kata Dharna.

Dia menambahkan, seluruh sekat kanal dibangun di kawasan gambut nonkonsesi. Artinya, lahan tersebut sebagian besar ada yang dimiliki masyarakat ataupun masuk dalam kawasan perlindungan. Meski Kabupaten OKI memiliki lahan gambut paling besar, namun lahan tersebut berada di kawasan konsesi perkebunan. Sehingga, sebagian besar sekat kanal yang dibangun BRGM maupun pemprov Sumsel tidak berada di wilayah itu.

"Sebagian besar itu dibangun di Muba dan Banyuasin. Untuk mengantisipasi karhutla besar 2015 yang lalu. Dan memang terbukti efektif mengingat minimnya jumlah hotspot di kedua kabupaten. Berbeda dengan di OKI yang hotspotnya lebih banyak," bebernya.

Sementara itu, kebakaran gambut di Kabupaten OKI kebanyakan berada di lahan konsesi perusahaan. Sehingga bisa disimpulkan, perusahaan belum melengkapi infrastruktur sekat kanal yang bertujuan membasahi lahan gambut minimal setinggi 40 cm dengan baik.

"Terbukti dari banyaknya lahan perusahaan yang disegel KLHK," terangnya.

Menurut Dharna, selain pembasahan kembali lahan gambut, pemerintah juga melakukan upaya revegetasi atau penanaman kembali lahan gambut yang terbakar. Hingga 2022, sudah sekitar 85 hektare lahan gambut yang direvegetasi

Revegetasi ini dilakukan dengan menanam tanaman khas gambut seperti Meranti dan tanaman khas lainnya.

Upaya lainnya yakni revitalisasi. Di mana masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hidrologi gambut diberdayakan untuk menjaga lahan. Mereka akan diberikan usaha seperti pemeliharaan sapi, ikan, ataupun usaha lainnya yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

"Sejauh ini sudah ada 987 paket bantuan ke kelompok masyarakat yang tinggal di dekat areal gambut," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Hutan Kita Institute (HaKI), Dedi Permana, kepada Kantor Berita RMOLSumsel mengatakan, penanganan dengan dana miliaran terkesan sia-sia.

Menurutnya, perlindungan dan pengelolaan gambut di Sumsel telah banyak dilakukan, dan banyak mengeluarkan biaya. Namun, pendekatan yang dilakukan masih sebatas parsial.

Selain itu, perlindungan dan pengelolaan gambut ini juga belum terintegrasi dalam satu lanskap. Melainkan, dilakukan terpisah atau sendiri-sendiri.

"Karena itu, gambut itu tetap menjadi sangat rawan terhadap kerusakan dan potensi kebakaran," katanya, Senin (9/10).

Menurut Dedi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah pembuatan master plan yang berbasis lanskap. Sehingga semua pihak melakukan kegiatan terarah mengikuti masterplan, baik dalam kontek penataan air maupun pemanfaatannya.

"Karena tidak dimulai dengan membangun masterplan. Maka tidak ada patokan dan arahan sehingga infrastruktur gambut tidak berfungsi dengan layak. Sehingga dapat dibilang sia-sia, Kami berharap ini menjadi evaluasi terkait perlindungan dan pengelolaan gambut," terangnya.

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Muncul Petisi Agus Salim Diminta Kembalikan Uang Donasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 02:22

Ketum PITI Sayangkan Haikal Hasan Bikin Gaduh soal Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:01

Inilah Susunan Dewan Komisaris IPC TPK Baru

Jumat, 01 November 2024 | 01:59

UPDATE

Prabowo Instruksikan GSN Bikin Gerakan Nyata Bantu Rakyat

Minggu, 03 November 2024 | 01:51

Purnomo Yusgiantoro Center Apresiasi Kebijakan Swasembada Energi

Minggu, 03 November 2024 | 01:31

DPR Tinjau Kebocoran Penerimaan Negara di Sektor SDA

Minggu, 03 November 2024 | 01:11

Bakamla Asah Kemampuan di Perairan Teluk Ambon

Minggu, 03 November 2024 | 00:50

Prabowo Ingatkan Anak Buah Menteri Jangan Sering ke Luar Negeri

Minggu, 03 November 2024 | 00:30

Telkom Tingkatkan Kepedulian Karyawan Lewat Program Ayo BerAKSI

Minggu, 03 November 2024 | 00:10

Dari Menteri Hingga Bupati Siap Gunakan Maung

Sabtu, 02 November 2024 | 23:46

Rosan Pastikan GSN Lembaga Non-Politik

Sabtu, 02 November 2024 | 23:15

China Diam-dian Bangun Kapal Induk Misterius, Untuk Apa?

Sabtu, 02 November 2024 | 22:50

Erick Thohir Yakin Target Setoran Dividen BUMN Rp90 Triliun Bakal Tercapai Tahun Ini

Sabtu, 02 November 2024 | 22:30

Selengkapnya