Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman/Ist
Komentar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, soal usia calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres), dinilai telah menghapus marwah lembaga yang dia pimpin.
Founder Nilam Institute, Muhammad Hakiki mengatakan, Ketua MK yang sekaligus bertindak sebagai Majelis Hakim dalam perkara uji materiil norma batas usia minimum Capres-Cawapres seharusnya tak berkomentar sebelum ada putusan.
“Karena akan timbul kesan MK tidak mampu menjaga kehati-hatian dalam berkomentar sebelum ada putusan," ujar Hakiki kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (12/9).
Hakiki memandang independensi dan profesionalitas MK akan diuji, sebagai akibat dari pernyataan Anwar Usman soal perkara batas usia minimum Capres-Cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu.
"MK akan menghadapi berbagai macam permohonan jelang perhelatan Pemilu nanti,” sambungnya.
Bagi Hakiki, komentar Anwar Usman yang menyebut pentingnya pemimpin muda dalam sebuah pemerintahan negara mengindikasikan keberpihakan.
"Dengan terlihatnya indikasi interpretasi Hakim MK yang dikeluarkan oleh Ketua MK, saat ini membuat MK semakin tidak bermarwah," tutur Hakiki. "Dan akan berefek pada putusan putusan MK ke depan, terlebih lagi menjelang Pemilu di tahun 2024.”
Maka dari itu, ia meyakini saat ini sudah banyak putusan MK terkait Pemilu yang dinilai tidak memiliki sifat
final and binding.
"Jangan sampai komentar ini menjadi pemicu atas putusan MK yang dikeluarkan semakin tidak memiliki sifat final and binding, karena interpretasi Hakim pada perkara ini seolah sudah terlihat kecenderungannya,” demikian Hakiki.