Vonis mati Ferdy Sambo diubah Mahkamah Agung menjadi hukuman seumur hidup/Net
Pengurangan hukuman terhadap otak pembunuhan berencana Brigadir Joshua Hutabarat, Ferdy Sambo, oleh Mahkamah Agung (MA) dari hukuman mati menjadi pidana penjara seumur hidup menjadi pertanda runtuhnya peradaban hukum di Indonesia.
Ketua DPD PAN Kabupaten Cirebon, Heru Subagia mengatakan, sebagai orang waras yang sehat jasmani dan rohani, dirinya berani pasang badan andaikan bisa dijadikan subjek vonis hukum mati untuk Ferdy Sambo.
"Kita akan mencari dan menegakkan keadilan," kata Heru, dikutip Kantor Berita RMOLJabar, Kamis (10/8).
Menurutnya, masyarakat umum dengan jiwa dan raganya akan menebus hukuman mati dengan menggantikan sejumlah uang suap atau amplop yang diduga atau kemungkinan telah diberikan untuk penegak hukum, sehingga terjadilah transaksi diskon hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Uang dan keberanian masyarakat akan menjadi ledakan perlawanan untuk menekan dan mengembalikan supremasi hukum, kata Heru.
“Keputusan MA yang mengganti vonis mati Ferdy Sambo menjadi hukuman penjara seumur hidup merupakan sejarah kelam kegagalan penegakkan hukum di Indonesia,” tegasnya.
Padahal, lanjut Heru, vonis hukuman mati menjadi manifesto harga mati untuk tegaknya sebuah peradaban hukum di Indonesia, saat ini sangat butuh keberanian untuk mengakui dan menerima kesalahannya bagi seorang mantan jendral. Rakyat butuh contoh, dan negara harus berani membawakan hukum itu dieksekusi sesuai porsi kesalahannya.
“Gagalnya sebuah peradaban hukum, kemanusiaan, dan keadilan, akan membawa banyak kerugian dan penderitaan. Dan akan menjadi menjadi preseden buruk di bidang hukum secara berulang-ulang," tutupnya.
Pada Selasa kemarin (8/8), Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi mengungkapkan, MA telah memutuskan untuk mengubah putusan terhadap terpidana mati Ferdy Sambo. Majelis Hakim MA memutuskan mengubah vonis terhadap Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi pidana penjara seumur hidup.