Berita

Anggota Polda Sumbar membubarkan paksa aksi warga di Kantor Gubernur Sumbar/Ist

Presisi

Polda Sumbar Didesak Bebaskan Belasan Orang yang Ditangkap di Kantor Gubernur

MINGGU, 06 AGUSTUS 2023 | 11:53 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta memerintahkan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) segera membebaskan tanpa syarat terhadap 4 warga masyarakat, 3 mahasiswa, dan 7 pendamping hukum yang ditangkap secara paksa saat aksi damai di Kantor Gubernur Sumbar.

Desakan itu disampaikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), melalui siaran pers, Minggu (6/8).

"Kami mendesak Kapolri memerintahkan Kapolda Sumbar segera membebaskan tanpa syarat terhadap 4 warga masyarakat, 3 mahasiswa dan 7 pendamping hukum yang ditangkap secara paksa," bunyi siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (6/8).


Dijelaskan juga, masyarakat Air Bangis, Pasaman Barat, Sumbar, yang melakukan aksi damai sejak lima hari belakangan, mengalami represi dan penangkapan sewenang-wenang dari anggota Polda Sumbar.

Sebelum tindakan dilakukan Polda Sumbar, telah ada kesepakatan bahwa masyarakat akan menentukan sikap setelah ada hasil audiensi dari Gubernur Sumbar, karena perwakilan warga dan mahasiswa sedang dialog dengan Pemprov Sumbar.

Sembari menunggu dialog berjalan, masyarakat Air Bangis menunggu sembari bersholawat di Masjid Raya Sumbar bersama pendamping hukum dari LBH Padang dan PBHI Sumatera Barat.

"Namun, belum selesai dialog antara perwakilan masyarakat, mahasiswa dan Pemprov Sumbar, anggota kepolisian Polda Sumbar melakukan tindakan represif dengan membubarkan paksa warga yang beraksi, termasuk pendamping yang ada di dalam Masjid Raya," katanya.

Tak hanya pembubaran paksa, anggota kepolisian juga melakukan penangkapan terhadap warga masyarakat, mahasiswa dan pendampingan hukum.

Berdasar informasi yang dihimpun Walhi, YLBHI dan PBHI, ada 4 warga masyarakat, 3 orang mahasiswa, dan 7 pendamping hukum yang ditangkap dan dibawa secara paksa ke Polda Sumbar.

Tindakan polisi itu dianggap bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power, dan melanggar hak asasi manusia (HAM), karena upaya paksa jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, sebagaimana termuat di UUD 1945, DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik, UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka umum dan UU HAM.

Selain itu, menurut Walhi, YLBHI, dan PBHI, tindakan itu juga melanggar peraturan internal kepolisian, yakni Peraturan Kepala Kepolisian RI (Perkap) 9/2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, dan Perkap 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tak hanya itu, secara khusus tindakan anggota kepolisian Polda Sumbar yang melakukan upaya paksa secara sewenang-wenang terhadap pendamping hukum dari LBH Padang dan PBHI Sumbar, juga dianggap sebagai bentuk pelanggaran nyata terhadap konstitusi, UU Bantuan Hukum, UU Advokat, UU HAM serta KUHAP.

Dengan demikian, selain meminta Kapolri memerintahkan Kapolda Sumbar membebaskan beberapa orang yang ditangkap, Kapolri juga diminta memerintahkan Divpropam Polda Sumbar untuk melakukan pemeriksaan, baik secara etik, disiplin maupun pidana, jika ditemukan anggota kepolisian melakukan penangkapan, termasuk terhadap Kabag Ops sebagai pengendali operasi di lapangan.

"Kami mendesak Kapolri memerintahkan Kapolda Sumbar memulihkan hak korban yang mengalami upaya paksa secara sewenang-wenang, baik secara fisik maupun psikis," bunyi poin ketiga dalam tuntutan Walhi, YLBHI, dan PBHI.

Selanjutnya, Walhi, YLBHI, dan PBHI, meminta Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman dan lembaga terkait, segera turun tangan mencegah terjadinya pelanggaran HAM pada kasus itu, serta mengusut tuntas pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi.

"Presiden dan DPR RI juga diminta melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap institusi kepolisian, baik secara struktural, kultural dan instrumental, untuk menghapus segala tindakan kekerasan yang mengancam hak asasi manusia," pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya