Berita

Ahli Hukum dari Universitas Indonesia (UI) Ganjar Laksamana, saat menjadi narasumber dalam podcast Akbar Faizal Uncensored bertajuk “Debat Terpanas soal KPK vs TNI: Marsdya Hendri Alfiandi Tersangka, Problem Utama tak Tersentuh”/Repro

Hukum

Pakar Hukum UI: Anggota TNI Terjerat Korupsi Bisa Diadili di Pengadilan Umum

SABTU, 05 AGUSTUS 2023 | 03:08 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kewenangan untuk menjerat anggota TNI yang terlibat tindak pidana korupsi (tipikor) dan menduduki jabatan sipil di pengadilan umum. Karena korupsi termasuk dalam kejahatan umum. Oleh karenanya, anggota TNI yang terlibat korupsi dapat diadili di pengadilan umum.

Demikian disampaikan Ahli Hukum dari Universitas Indonesia (UI) Ganjar Laksamana, saat menjadi narasumber dalam podcast Akbar Faizal Uncensored bertajuk “Debat Terpanas soal KPK vs TNI: Marsdya Hendri Alfiandi Tersangka, Problem Utama tak Tersentuh” dikutip Jumat malam (4/8).

“Jadi, bahwa anggota TNI tunduk pada undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi bisa dijerat karena perilaku korupsinya. Itu sudah jelas, ada di (UU No 31/1999 juncto 20/2001), pasal 1 angka 2 huruf b dan huruf c, jelas, oke kunci sampai di situ,” kata Ganjar.

Ganjar mengurai, bahwa Undang-undang yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi hanya satu, yaitu UU No 31/1999 juncto UU No 20/2001. Oleh karena itu, seluruh warga negara, termasuk anggota TNI, akan dijerat dengan UU tersebut jika melakukan tindak pidana korupsi.

“Di KUHP militer ada enggak mengatur Undang-undang korupsi? Atau ada enggak Undang-undang khusus yang khusus untuk militer? Enggak ada. Maka seandainya militer melakukan korupsi pun dijerat dengan UU ini,” tegasnya.

Pertanyaan mengenai pihak yang berhak mengadili apabila TNI melakukan tindak pidana korupsi, hal tersebut sudah sangat jelas diatur dalam UU No 31/1999 juncto UU No 20/2001 dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebab menurutnya, dalam KUHP disebutkan bahwa TNI masuk kategori Pegawai Negeri Non Sipil yang sedianya harus tunduk pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut.

“Kata KUHP, (Pasal) 92 ayat 3, anggota angkatan perang adalah pegawai negeri, titik. Masuk gak? Dan itu belum pernah diubah. Masuk. Jadi, Anggota TNI itu pegawai negeri,” jelasnya.

“Orang seperti saya dianggap Pegawai Negeri Sipil, kenapa? Karena ada orang yang seperti mereka Pegawai Negeri Non Sipil, kemudian dikenal sebagai istilah militer. Tapi sama-sama pegawai negeri, cuma saya sipil mereka non sipil. Pegawai negeri, negeri mana? Negeri ini! Itu aja bedanya,” imbuhnya menegaskan.

Dalam UU No 31/1999 juncto UU No 20/2001, Pasal 31 angka 2 huruf c menyatakan bahwa pegawai negeri adalah orang yang menerima gaji atau upah dari APBN atau APBD. Anggota TNI masuk dalam kategori Pegawai Negeri Non Sipil karena mereka menerima gaji dari negara.

“Jadi, bahwa anggota TNI tunduk pada undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi bisa dijerat karena perilaku korupsinya itu sudah jelas,” tegasnya lagi.

Mengenai pengadilan militer, Ganjar menyatakan bahwa pengadilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI dalam kapasitas mereka sebagai anggota TNI.

Ganjar memberikan contoh bahwa jika ada anggota TNI melakukan tindak pidana seperti memperkosa seorang perempuan biasa, maka akan diadili dalam pengadilan umum karena bukan merupakan tindak pidana yang terkait dengan kapasitasnya sebagai anggota TNI.

Namun, jika anggota TNI terlibat dalam tindak pidana yang terkait dengan kapasitasnya sebagai anggota TNI, mereka akan diadili dalam pengadilan militer.

“Jadi jangan mentang-mentang anggota TNI terus otomatis peradilan militer bukan begitu cara baca hukumnya. Kata kuncinya kejahatannya. Maka sejak awal, sejak lama, saya bilang, tindak pidana militer itu seharusnya tindak pidana yang hanya bisa dilakukan sehubungan dengan kapasitasnya sebagai anggota TNI, orang biasa enggak mungkin lakukan. Kalau tindak pidananya tindak pidana umum ya sudahlah masuk pengadilan umum,” demikian Ganjar.


Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya