Kompleks Masjid Al Aqsa/Net
Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir memimpin ribuan pemukim Yahudi ultranasionalis untuk menyerbu Masjid Al Aqsa di Yerusalem.
Pada Kamis (27/7), sekitar 1.700 pemukim Yahudi fanatik berusaha merangsek masuk kompleks Masjid Al Aqsa.
Aksi ini dilakukan ketika orang Yahudi merayakan Tisha B'Av, hari berkabung untuk kehancuran dua kuil kunonya.
"Tempat ini penting bagi kami dan kami harus kembali ke sana untuk membuktikan kedaulatan kami," ujar Ben-Gvir, seperti dimuat
Al Jazeera.
Lebih dari 340 pemukim memasuki kawasan Haram al-Sharif di bawah perlindungan polisi Israel.
Bagi umat Islam, Al Aqsa mewakili situs tersuci ketiga di dunia. Orang Yahudi menyebut daerah itu Temple Mount, dengan mengatakan bahwa itu adalah situs dua kuil Yahudi di zaman kuno.
Yordania, Palestina, Mesir, dan Arab Saudi mengutuk penyerbuan Masjid Al Aqsa oleh Ben-Gvir dan pemukim sayap kanan.
Jurubicara Kementerian Luar Negeri Yordania Sinan Al-Majali mengatakan penyerbuan Masjid Al Aqsa merupakan pelanggaran kesucian dan hukum internasional.
Menggambarkan penggerebekan Ben Gvir sebagai langkah provokatif, dia mengatakan bahwa pelanggaran status quo sejarah dan hukum di Yerusalem yang tidak dapat diterima.
"Serangan Ben Gvir di Masjid Al Aqsa adalah tindakan provokatif. Ini adalah kedok resmi rencananya untuk Yahudisasi, dan secara paksa mengubah sejarah dan realitas hukum saat ini," kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip
Anadolu Agency.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan bahwa penyerbuan Masjid Al Aqsa secara berturut-turut dan upaya untuk membaginya tidak akan mengubah posisi hukum dan sejarahnya sebagai tempat ibadah umat Islam.
Kementerian meminta Israel untuk segera menghentikan tindakan provokatif dan eskalasi yang akan memperburuk situasi di wilayah pendudukan.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, dalam sebuah pernyataan, juga mengecam penyerbuan halaman Masjid Al Aqsa oleh menteri Israel dan sekelompok pemukim.