Laporan Bank Indonesia tahun 2023 menyebutkan Indeks Kinerja Logistik (LPI) Indonesia mengalami penurunan yang mencolok berdasarkan laporan Bank Indonesia tahun 2023.
Posisi LPI Indonesia tergelincir dari peringkat 46 ke peringkat 63 pada tahun ini, dengan skor LPI yang menurun menjadi 3,15. Perbedaan skor ini cukup signifikan dibandingkan dengan Singapura yang menduduki posisi pertama dengan skor 4,3, dan Jepang yang berada di peringkat ke-15 dengan skor 3,9.
Survei LPI dilakukan oleh Bank Dunia yang mencakup 139 negara, mengukur berbagai aspek logistik mulai dari kecepatan pengiriman atau pengangkutan barang hingga pelayanan dalam bisnis logistik. Terdapat enam indikator yang menjadi fokus Bank Dunia dalam survei ini, yaitu kepabeanan, infrastruktur, pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas logistik, timeline, serta pelacakan dan penelusuran (tracking and tracing).
Atas penurunan peringkat ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan (LBP), mengungkapkan rasa kecewa dan berencana untuk menyelidiki penyebab drastisnya penurunan peringkat logistik Indonesia melalui dialog langsung dengan Bank Dunia. Luhut berpendapat bahwa laporan LPI tersebut tidak sesuai dengan upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini.
Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mengecam sikap protes yang ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia.
Ia menilai bahwa protes Luhut terhadap laporan LPI adalah tindakan yang aneh dan tidak mencerminkan sikap legowo, serta kurang menghargai penilaian serius dari lembaga keuangan global yang berkompeten dalam menilai kinerja ekonomi antar negara, seperti Bank Dunia.
“Bank Dunia lembaga keuangan yang kompeten harusnya kita jangan arogan harus terima dengan legowo dan siap berbenah," tegas Achmad dalam keterangannya, Kamis (20/7).
Menurut Achmad, sikap protes tersebut justru mempermalukan dan menurunkan martabat pemerintahan Jokowi saat ini. Pasalnya, pemerintahan terkesan tidak mau membenah diri dan hanya percaya pada survei kepuasan domestik yang belum tentu valid kebenarannya.
“Ke depan diharapkan pemerintah dapat mengadopsi sikap yang lebih terbuka, berfokus pada solusi, dan memanfaatkan informasi dari Bank Dunia untuk memperbaiki sektor logistik Indonesia secara efektif,” sarannya.
Achmad juga menyoroti tiga alasan mengapa sikap protes tersebut merugikan pemerintahan Jokowi. Pertama, karena mengabaikan kompetensi Bank Dunia. Kedua, kurangnya kepedulian pada perbaikan. Dan ketiga, mengabaikan potensi perbaikan.
Menurut Achmad, respons yang lebih konstruktif dan introspeksi diri dengan berbenah akan lebih tepat dalam menghadapi penilaian penurunan kinerja logistik Indonesia dari Bank Dunia.
Achmad pun menyarankan beberapa hal. Pertama, mereka harus menunjukkan sikap terbuka dan bersedia mendengar masukan dari Bank Dunia sebagai landasan. Kedua, berkolaborasi dengan Bank Dunia dan lembaga lain yang terkait. Ketiga, berfokus pada rencana aksi yang konkret. Keempat, membina budaya penerimaan terhadap kritik.
“Introspeksi, berbenah, dan action itu lebih kelihatan negarawan. Dari pada harus protes apalagi pada lembaga keuangan global yang memang sudah dianggap berkompeten,” tandasnya.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) menyatakan, pihaknya berencana untuk bertanya langsung kepada pihak Bank Dunia soal penyebab peringkat logistik Indonesia turun drastis. Sebab, LBP menilai laporan LPI tersebut bertentangan dengan upaya perbaikan yang sudah dilakukan pemerintah selama ini.
“Kita tidak boleh menutup diri kalau harus ada perbaikan, nggak perlu kecil hati, tapi harus transparan. Karena itu saya akan panggil nanti World Bank, saya mau tanya ‘Heh (Bank Dunia), di mana (kekurangan Indonesia), tell me!’. Supaya kita tahu, diperbaiki. Jangan tiba-tiba kita turun 17 peringkat dari 46 jadi 63,” katanya.
LBP mengklaim bahwa sejak tahun 2019, pemerintah telah berhasil mengurangi biaya logistik di pelabuhan Indonesia, terbukti dari penurunan total biaya yang dikeluarkan masyarakat di pelabuhan dari 23,9 persen menjadi sekitar 16 persen.
Sebagai informasi, negara dengan peringkat LPI tertinggi adalah Singapura (1), Finlandia (2), Denmark (3), Jerman (4), dan Belanda (5). Sementara, negara tetangga Indonesia lainnya seperti Australia ada di peringkat 19, Malaysia di posisi 31, Thailand peringkat 37 dan India peringkat 38.