Berita

Ilustrasi/Net

Suara Mahasiswa

De-Dollarization: Bisa Kurangi Dominasi AS Secara Global di Bidang Ekonomi?

OLEH: YUNI TAMARA AZAROH*
SABTU, 01 JULI 2023 | 12:46 WIB

DOLAR AS telah lama menjadi mata uang dominan di dunia. Selain berfungsi sebagai media universal pertukaran dan penyimpan nilai, juga mempertahankan posisi AS dalam hubungan ekonomi global.

Bahkan sejak diperkenalkan Bretton Woods Agreement pada tahun 1944 hingga 1976, dolar AS masih tetap menjadi mata uang pilihan bagi banyak negara.

Hal ini memberikan AS panggung besar dalam kekuatan geopolitik yang memungkinkannya dijadikan sebagai alat mengerahkan tekanan ekonomi terhadap negara lain.

Namun, akhir-akhir ini tren de-dolarisasi cukup memengaruhi arena keuangan global, khususnya bagi AS dan mulai banyak diikuti oleh beberapa negara di dunia.

Lantas, de-dolarisasi itu seperti apa?

De-dolarisasi adalah kebijakan suatu negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan internasional.

Negara melakukan de-dolarisasi untuk mengejar integrasi regional dan hubungan bilateral negara serta mengurangi risiko geopolitik dari permainan AS, khususnya bagi negara-negara yang berkembang.

Berdasarkan laporan CNBC Indonesia, beberapa negara telah mulai meninggalkan dolar, antara lain China dan Brasil yang beralih ke mata uang mereka sendiri, yuan dan real. Diikuti juga oleh Indonesia melalui prinsip yang diterapkan bersama negara-negara kawasan baru-baru ini.

Lantas, apakah de-dolarisasi berdampak signifikan terhadap berkurangnya dominasi pengaruh AS secara global?

Jawabannya tidaklah sederhana, sebab tidak hanya satu aspek tersebut saja yang dijadikan patokan sebagai faktor penurunan pengaruh AS secara global sepenuhnya.

Pertama, de-dolarisasi memang dapat membantu mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Namun, ini bukanlah jaminan bahwa pengaruh AS dalam hubungan ekonomi global akan menurun sepenuhnya.

Bagaimanapun, AS masih merupakan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan dolar AS masih menjadi mata uang cadangan terbesar.

Kedua, de-dolarisasi juga memiliki dampak negatif pada stabilitas ekonomi global. Mata uang alternatif yang digunakan dalam perdagangan internasional berpotensi mengalami fluktuasi nilai yang tajam, menciptakan ketidakpastian dalam pasar global.

Selain itu, jika terjadi penolakan terhadap dolar AS secara besar-besaran dapat menyebabkan krisis keuangan global yang cukup serius.

Lalu, seperti apa posisi AS dalam bidang ekonomi internasional jika kemungkinan terburuk terjadi sebagai dampak dari de-dolarisasi?

Jika melihat pergeseran mata uang global dari dolar AS terhadap mata uang alternatif masing-masing negara sebagai mata uang untuk pertukaran global, maka permintaan dolar AS menurun dan melemahkan kedudukan dolar sebagai mata uang cadangan.

Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan ekonomi AS untuk menarik modal asing dan mempertahankan pengaruhnya terhadap sistem moneter global.

Kemudian, posisi secara geopolitik AS juga berpotensi terancam. Pasalnya jika negara-negara mulai beralih meninggalkan ketergantungan pada dolar AS, maka terjadi pergeseran aliansi dengan memaksimalkan kedaulatan moneter masing-masing negara dalam pola perdagangan internasional.

Bahkan, ikatan ekonomi AS akan mulai berkurang pengaruhnya secara geopolitik.

Adapun faktor internal AS sebagai sumbangsih memperburuk keadaan ini seperti inflasi yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan negara-negara menggunakan dolar AS untuk berinvestasi.

Melihat setahun belakangan ini, plafon utang AS juga berdampak terhadap stabilitas perekonomiannya karena ada potensi AS gagal bayar utang dan telah melebihi batas utang yang ditetapkan oleh pemerintah AS.

Dengan demikian, secara bertahap de-dolarisasi ini menciptakan sistem keuangan multipolar dan memungkinkan AS mengalami defisit besar di neraca perdagangan internasional.

Dilihat dalam jangka panjang, de-dolarisasi dapat mempercepat transformasi ekonomi global ke arah yang lebih seimbang dan kekuatan dolar AS mulai menurun.

Namun, hal ini tidak akan terjadi dengan cepat, butuh kolaborasi kerjasama antara negara-negara yang berbeda.

Oleh karena itu, de-dolarisasi bukanlah sepenuhnya penyebab berkurangnya dominasi pengaruh AS secara global. Namun, juga ada faktor internal yang mentrigger negara-negara untuk meninggalkan dolar guna kestabilan neraca perdagangan masing-masing.

*Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Dirjen Anggaran Kemenkeu Jadi Tersangka, Kejagung Didesak Periksa Tan Kian

Sabtu, 08 Februari 2025 | 21:31

Kawal Kesejahteraan Rakyat, AHY Pede Demokrat Bangkit di 2029

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:55

Rocky Gerung: Bahlil Bisa Bikin Kabinet Prabowo Pecah

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:53

Era Jokowi Meninggalkan Warisan Utang dan Persoalan Hukum

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:01

Tepis Dasco, Bahlil Klaim Satu Frame dengan Prabowo soal LPG 3 Kg

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:50

Dominus Litis Revisi UU Kejaksaan, Bisa Rugikan Hak Korban dan tersangka

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:28

Tarik Tunai Pakai EDC BCA Resmi Kena Biaya Admin Rp4 Ribu

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:16

Ekspor Perdana, Pertamina Bawa UMKM Tempe Sukabumi Mendunia

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:41

TNI AL Bersama Tim Gabungan Temukan Jenazah Jurnalis Sahril Helmi

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:22

Penasehat Hukum Ungkap Dugaan KPK Langgar Hukum di Balik Status Tersangka Sekjen PDIP

Sabtu, 08 Februari 2025 | 17:42

Selengkapnya