Pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido/Net
LAPORAN tuduhan kejahatan kemanusiaan atau crimes against humanity dimuat laman resmi International Criminal Court (ICC) yang menerima rujukan dari negara pihak Statuta Roma juga satu kawasan Amerika, yaitu Republik Argentina, Kanada, Republik Kolombia, Republik Chile, Republik Paraguay, dan Republik Peru terkait situasi di Republik Bolivarian Venezuela sejak 2014.
Pada tahun tersebut, terjadi aksi unjuk rasa massal sebagai reaksi atas ketidakamanan, hiperinflasi yang membuat daya beli barang kebutuhan pokok berkurang hingga mengakibatkan terjadinya krisis kemanusiaan, dan kurangnya layanan publik seperti kesehatan dan gizi.
Hal tersebut memicu adanya migrasi besar-besaran di Amerika Latin, sebanyak 7,1 juta orang telah meninggalkan Venezuela sejak 2014 dimana mereka masih mencari bantuan.
Tahun 2019, UN Human Rights Council (HRC) membentuk Fact Finding Mission (FFM) di Venezuela, juga kantor kejaksaan ICC meminta otorisasi dari pengadilan dalam menyelidiki kejahatan terhadap kemanusiaan di Venezuela.
FFM menemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan sejak 2014. Bukti yang ditemukan melibatkan campur tangan presiden, pejabat pemerintah lainnya dalam memilih dan menjebak target untuk dilakukan penganiayaan, penangkapan, dan penyiksaan terhadap kelompok oposisi dari Nicolas Maduro.
Hal ini juga dilaporkan oleh Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) tahun 2020 bahwa pemerintah Venezuela telah melakukan pemukulan dengan papan, mematikan dengan kantong plastik dan bahan kimia, perendaman dalam air, memberikan sengatan listrik pada kelopak mata dan alat kelamin, hingga memborgol dengan waktu lama.
Menurut Observatorium Venezuela, terdapat 7.032 protes, di mana 77% di antaranya menuntut hak ekonomi dan sosial. Pemerintah Venezuela merespons demonstrasi ini dengan kekerasan berlebihan dan penahanan sewenang-wenang.
Misalnya, adanya enam aktivis ditahan secara sewenang-wenang di Caracas pada bulan Juni dalam sebuah peringatan untuk mengenang Neomar Lander, seorang remaja yang terbunuh dalam protes pada tahun 2017.
Dilansir dari Global Centre for The Responsibility to Protect, pada tahun 2017, Uni Eropa telah memberlakukan sanksi terhadap 55 pejabat pemerintah Venezuela, hal yang sama juga dilakukan oleh Amerika Serikat.
Kemudian di November 2021, ICC melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan pemerintah Venezuela untuk membuka penyelidikan atas kemungkinan kejahatan kemanusiaan yang telah memulai penyelidikan sejak Februari 2018.
Diketahui harga makanan pokok di Venezuela pada November 2022 sekitar 386 dolar AS, sedangkan penghasilan minimum bulanan pada saat itu hanya 13 dolar AS. Hal ini menyebabkan sebagian besar warga negara Venezuela menghadapi kerawanan pangan.
Lalu, keadaan semakin parah ketika terjadi devaluasi mata uang nasional di bulan Desember 2022. Oleh karena itu, Bank dunia menyatakan bahwa Venezuela mengalami inflasi harga pangan tertinggi ketiga di dunia.
Layanan kesehatan di Venezuela juga sangat memprihatinkan khususnya untuk lansia dan anak-anak. Dilansir dari Amnesty International, 33% lansia dengan penyakit kronis tidak mendapatkan pengobatan apa pun, dan kematian anak-anak di Rumah Sakit JM de Los Ríos karena ditangguhkannya program transplantasi organ meskipun telah dilakukan pencegahan oleh Inter-American Commission on Human Rights mengenai pasien di pusat perawatan kesehatan ini.
Adanya impunitas terhadap praktik pelanggaran HAM oleh sistem peradilan di Venezuela, mereka membiarkan dan melindungi polisi dan petugas militer yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Hal ini disampaikan oleh laporan dari FFM.
Sedangkan pihak pemerintah Venezuela meminta Kejaksaan ICC menunda penyelidikannya karena mereka telah melakukan penyelidikan pelanggaran HAM dan kejahatan di dalam negeri pada April 2022.
Namun, menurut ICC, Venezuela telah gagal dalam melakukan penyelidikan nasionalnya karena proses pidana domestiknya tidak mencerminkan ruang lingkup investigasi yang dimaksudkan oleh Kejaksaan ICC.
Venezuela juga hanya berfokus pada pelaku pejabat tingkat rendah daripada pejabat pemerintah yang senior yang seharusnya menjadi fokus objek penyelidikan bagi Jaksa ICC.
Oleh karena itu, Jaksa ICC memohon kepada Pre-Trial Chamber I untuk meminta otorisasi melanjutkan penyelidikan pada November 2022. Kemudian, disetujui oleh Pre-Trial Chamber I pada 27 Juni 2023 lalu untuk melanjutkan penyelidikannya di Republik Bolivarian Venezuela.
*Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta