Anggota DPR RI, Darmadi Durianto/Net
Kasus kredit macet yang terjadi di Bank Mayapada bisa berisiko terhadap sektor keuangan nasional jika tidak ditindaklanjuti dengan serius.
Menurut Anggota DPR RI, Darmadi Durianto, Indonesia punya pengalaman pahit soal keuangan perbankan, salah satunya kasus bailout Bank Centrury yang berdampak pada sistem keuangan nasional.
"Wajar saya kira kalau publik khawatir dengan kasus yang menimpa Bank Mayapada saat ini. Karena kita sudah memiliki pengalaman buruk saat kasus bailout Bank Centrury," kata Darmadi, Jumat (23/6).
Lebih lanjut, politisi PDIP ini menilai kasus kredit macet di Bank Mayapada mencerminkan kegagalan fungsi pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK, kata dia, tidak mampu memaksimalkan peran dan fungsinya selaku lembaga pengawas sektor keuangan. Imbasnya, tata kelola sistem pengawasan tidak terkonsolidasi dengan baik.
"Ini perlu evaluasi yang menyeluruh karena jika OJK tak maksimal, maka tak tertutup kemungkinan bakal banyak lembaga keuangan menjalankan usahanya secara ugal-ugalan," tegas bendahara Megawati Institute ini.
Darmadi mendorong agar pemerintah dan DPR melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap kinerja OJK. Ketiganya perlu duduk bersama dalam rangka mengevaluasi kinerja OJK sebagai garda terdepan negara memastikan sistem keuangan berjalan dengan baik.
Ia pun mengaku cukup
concern dengan kasus kredit macet di Bank Mayapada, salah satunya seperti yang dialami Sioeng Group.
Jika berkaca pada audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2017-2019, kata dia, diduga ada aliran dana pada belasan nasabah bermasalah, dengan pinjaman sebesar Rp4,3 triliun.
"Bahkan, BPK mengungkap fakta bahwa Bank Mayapada memberikan empat korporasi batas maksimum kredit hingga mencapai Rp23,56 triliun. Tindakan ini diduga telah melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Ini tidak disentuh BPK, ada apa?" lanjut Anggota Komisi VI DPR RI ini.
Kredit macet yang terjadi di Bank Mayapada bermula ketika memberikan fasilitas kredit pinjaman modal kepada pengusaha bernama Ted Sioeng, pendiri Sioeng Group senilai Rp1,3 triliun untuk kurun 2014-2021. Dalam perjalanannya, kredit tersebut macet.