Berita

Presiden Rusia, Vladimir Putin/Net

Dunia

Konfrontasi Rusia dan Barat Diperkirakan Bertahan Lama, Walau Putin Tak Lagi Memimpin

SELASA, 20 JUNI 2023 | 19:22 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Sebuah laporan yang dirilis Badan Riset Pertahanan Swedia berjudul "Russia’s War Against Ukraine and the West: The First Year" memperkirakan perpanjangan konfrontasi yang terus berlanjut antara Rusia dan Barat.

Salah seorang analis sekaligus penulis laporan, Maria Engqvist mengatakan bukan perang Ukraina yang menjadi alasan di balik invasi besar-besaran Rusia.

"Ini lebih pada persepsi Rusia sebagai kekuatan besar. Terlepas dari bagaimana perang di Ukraina berkembang, konfrontasi Rusia dengan Barat akan berlarut-larut," ungkapnya, seperti dimuat FOI pada Selasa (20/6).

Engqvist memperkirakan Rusia telah kehilangan antara 500 ribu hingga 100 ribu tentara yang tewas atau terluka selama perang setahun terakhir.

Rusia juga mengalami kerugian materiil yang besar pada industri pertahanannya.

Tetapi, menurut Engqvist, bukan itu yang membuat Rusia ingin mengakhiri perang. Bahkan saat Putin tidak lagi memimpin, konfrontasi dengan Barat tetap akan tetap berlanjut.

Dikatakan Engqvist, Rusia melihat dirinya sebagai negara adikuasa dengan hak-hak khusus dan lingkup pengaruhnya sendiri untuk diputuskan.

"Moskow sebenarnya menargetkan Barat yang diduga berusaha menghancurkan kedaulatan Rusia," kata Engqvist.

Ekonomi Rusia bahkan mampu bertahan di tengah sanksi ekonomi Barat. China dan banyak negara lainnya masih membeli minyak dan gas dari Moskow.

"Rusia tidak takut perekonomiannya jatuh, dan kebutuhan warganya tidak akan mempengaruhi pembiayaan perang," jelasnya.

Engqvist juga membahas bagaimana konflik militer Ukraina membuat sekutu Rusia mulai mempertimbangkan kembali hubungan mereka.

"Saat ini, Belarusia tetap menjadi sekutu. Namun, negara-negara seperti Kazakhstan, Moldova, dan Turkmenistan mulai mempertimbangkan kembali hubungannya dengan Rusia," ungkapnya.

Mereka yang bimbang, disebut Engqvist mulai melihat ke arah Uni Eropa atau negara-negara seperti China, Iran, dan Turki.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

KSST Yakin KPK Tindaklanjuti Laporan Dugaan Korupsi Libatkan Jampidsus

Jumat, 24 Januari 2025 | 13:47

UPDATE

HUT Ke-17 Partai Gerindra, Hergun: Momentum Refleksi dan Meneguhkan Semangat Berjuang Tiada Akhir

Senin, 03 Februari 2025 | 11:35

Rupiah hingga Mata Uang Asing Kompak ke Zona Merah, Trump Effect?

Senin, 03 Februari 2025 | 11:16

Kuba Kecam Langkah AS Perketat Blokade Ekonomi

Senin, 03 Februari 2025 | 11:07

Patwal Pejabat Bikin Gerah, Publik Desak Regulasi Diubah

Senin, 03 Februari 2025 | 10:58

Kebijakan Bahlil Larang Pengecer Jual Gas Melon Susahkan Konsumen dan Matikan UKM

Senin, 03 Februari 2025 | 10:44

Tentang Virus HMPV, Apa yang Disembunyikan Tiongkok dari WHO

Senin, 03 Februari 2025 | 10:42

Putus Rantai Penyebaran PMK, Seluruh Pasar Hewan di Rembang Ditutup Sementara

Senin, 03 Februari 2025 | 10:33

Harga Emas Antam Merosot, Satu Gram Jadi Segini

Senin, 03 Februari 2025 | 09:58

Santorini Yunani Diguncang 200 Gempa, Penduduk Diminta Jauhi Perairan

Senin, 03 Februari 2025 | 09:41

Kapolrestabes Semarang Bakal Proses Hukum Seorang Warga dan Dua Anggota Bila Terbukti Memeras

Senin, 03 Februari 2025 | 09:39

Selengkapnya