Para politisi AS membuat rancangan undang-undang untuk menentang pengambilan organ secara paksa pada etnis minoritas Uighur di China.
Mengutip ANI News pada Selasa (20/6), RUU HR 1154 yang ditulis oleh perwakilan dari New Jersey, Chris Smith, mendapat suara 413-2. RUU itu telah diteruskan ke Senat untuk pertimbangan lebih lanjut.
Jika berhasil disahkan, maka AS dapat menjatuhkan saksi terhadap individu atau entitas yang terlibat dalam praktik pengambilan dan penjualan organ dari etnis Uighur.
"AS juga akan melarang ekspor peralatan operasi transplantasi organ dan menghentikan pelatihan ahli bedah transplantasi organ," ungkap laporan tersebut.
Menurut majalah online tentang kebebasan beragama dan HAM China, Bitter Winter, kasus pengambilan organ paksa yang dilakukan pemerintah Beijing terhadap warga Uighur telah berlangsung lama.
Seorang ahli bedah muda di ibu kota Urumqi, Enver Tohti, mengatakan pernah melihat tiga anak laki-laki selama lebih dari enam bulan dengan bekas luka berbentuk U (diduga bekas pencurian ginjal) di tubuh mereka pada 1990.
Pada tahun 1995, Tohti melihat sendiri kejahatan tersebut saat dia diminta mengambil organ dari terpidana hukuman mati yang masih hidup dan diancam untuk tutup mulut.
Kasus itu kembali diangkat pada 2016 ketika pemerintah Xinjiang mewajibkan warga Uighur melakukan pemeriksaan fisik gratis dan dipaksa menyerahkan hasil scan iris mata, golongan darah, sidik jari hingga DNA.
Banyak aktivitas HAM yang mencurigai tindakan China sebagai upaya pengambilan data yang akan digunakan untuk memenuhi permintaan penjualan organ di dalam dan luar negeri.
Bahkan ada beberapa laporan dari saksi dan peneliti ahli bahwa organ yang dipesan telah disiapkan di bandara Kashgar, Xinjiang.
Menurut majalah Bitter Winter, Uighur adalah sasaran empuk untuk pengambilan organ. Selain karena tertekan oleh pemerintah, slogan tentang halal bagi Muslim dibunuh juga mengakar kuat di wilayah Xinjiang.