Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Fatwa Haram Politik Uang

OLEH: SUTRISNO PANGARIBUAN*
RABU, 14 JUNI 2023 | 17:57 WIB

SALAH satu materi perdebatan kelompok pro sistem terbuka dan pro sistem tertutup menjelang Pemilu 2024 adalah liberalisasi demokrasi.

Pro sistem tertutup menuduh sistem terbuka menyuburkan terjadinya praktik politik uang secara masif melibatkan masyarakat. Sebaliknya pro terbuka menuduh pro tertutup ingin membuat praktik politik uang eksklusif, hanya bagi segelintir orang elite parpol.
 

Keinginan memenangkan kontestasi memaksa kontestan menggunakan politik uang dalam memengaruhi hasil pemilu. Sementara pihak lain, akan mengaku kalah sebab kurang uang atau "peluru".

Akibatnya, para kontestan akan sibuk memamerkan isi tas daripada kapasitas. Akhirnya, pertarungan antara ide, gagasan, dan program politik tidak menarik dalam pemilu.
 
Pengaruh politik uang ternyata tidak hanya mengalir ke pemilih, namun juga ke oknum penyelenggara dan pengawas pemilu. Selain itu, oknum penyelenggara pemerintahan juga tidak mau ketinggalan. Mereka juga ikut bermain, baik dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan hingga tingkat pusat.

Sehingga, para peserta pemilu selalu akan mencari cara "berteman" dengan oknum penyelenggara dan pengawas pemilu serta oknum penyelenggara pemerintahan di semua tingkatan.
 
Keberadaan Bawaslu RI secara berjenjang dari tingkat pusat hingga TPS, baik permanen, maupun ad hoc sejatinya dirancang dan dibentuk untuk mengawasi Pemilu. Ternyata lembaga negara ini juga tidak sepenuhnya berdaya menghadapi "serangan fajar".

Praktik politik uang sangat terbuka, dilakukan melalui tokoh formal dan non formal di masyarakat. Menjelang pemilu, baik pileg, pilpres, pilkada, hingga pilkades, akan ada akan ada gerakan pengumpulan data pemilih oleh tim sukses. Data pemilih tersebut akan ditukar dengan uang, baik lunas maupun bertahap.
 
Begitu juga dalam lembaga yang seharusnya mengawasi, malah terdapat oknum yang justru terlibat dalam praktik politik uang. Tidak sedikit oknum penyelenggara dan pengawas pemilu yang berakhir di sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Kewenangan penindakan yang lemah turut menjadi kambing hitam masifnya politik uang. Penindakan menjadi kewenangan sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu). Sementara Gakkumdu baru akan bergerak setelah adanya pengaduan.
 
Partai politik (parpol) seharusnya menjadi satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab atas "masifnya politik uang”. Karena pelaku, baik caleg, capres/cawapres, dan cakada/cawakada adalah bagian dari Parpol.

Namun alih-alih mengaku bersalah, parpol justru menuduh rakyat penyebab dan penerima manfaatnya. Hingga saat ini, tidak ada satu Parpol pun yang berani secara terbuka, mengaku bersalah dan meminta maaf kepada Indonesia. Parpol malah sibuk berlomba, mengubah atau mempertahankan sistem Pemilu.
 
Praktik politik uang sesungguhnya sama berbahayanya dengan politik identitas. Politisasi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) serta eksploitasi ikatan-ikatan primordial lainnya merendahkan harkat dan martabat manusia.

Demikian juga dengan praktik suap untuk memengaruhi hasil pemilu, baik kepada oknum penyelenggara, pengawas dan pemilih, adalah tindakan buruk terhadap manusia merdeka.

Para pelakunya seharusnya dapat dijerat dengan tuduhan pelanggaran HAM. Sebab adanya upaya sistematis memengaruhi hasil pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil seharusnya masuk kategori pelanggaran HAM.
 
Ulama Keluarkan Fatwa Haram
 
Jika negara melalui pemerintah dan alat negara, beserta penyelenggara, dan pengawas Pemilu tidak berdaya menghadapinya, maka ulama dan pemimpin agama harus turun tangan. Ulama dan pemimpin agama harus menjadi suluh penerang bagi kegelapan praktik politik uang.

Maka, Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan beberapa pandangan dan sikap.
 
Pertama, bahwa saatnya kita menyatakan perang terhadap musuh utama demokrasi, yakni politik identitas, politik uang, serta politik eksploitasi SARA dan ikatan-ikatan primordial yang merusak kualitas pemilu Indonesia.
 
Kedua, bahwa sebagai lembaga penjaga moral bangsa, ulama dan pemimpin agama MUI, PBNU, PP Muhammadiyah, PGI, KWI, PHDI, Walubi, Matakin dan perwakilan penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diminta segera menerbitkan "fatwa haram" dan larangan pemberian dan penerimaan uang dalam pemilu.
 
Ketiga, bahwa ulama dan pemimpin agama diminta juga untuk menerbitkan "fatwa haram" bagi parpol, calon perseorangan, pasangan calon presiden/wakil presiden, kepala/wakil kepala daerah untuk dipilih. Pelaku politik uang harus mendapat sanksi moral, haram untuk dipilih.
 
Kornas meyakini, penerbitan fatwa haram dari ulama dan pemimpin agama, akan membantu kita memperbaiki kualitas pemilu. Jika pelaku kejahatan pemilu tidak takut penjara, mereka masih mungkin takut tidak masuk surga.

*Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya