Berita

Bendera ASEAN/Net

Publika

Peran Vietnam dalam Persatuan, Perdamaian dan Stabilitas ASEAN

OLEH: VEERAMALLA ANJAIAH*
SENIN, 08 MEI 2023 | 18:24 WIB

SEBAGAI Ketua Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun ini, Indonesia akan menyelenggarakan KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 10-11 Mei, yang juga akan dihadiri oleh Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh.

Pham akan melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden RI Joko “Jokowi” Widodo kemungkinan pada 9 Mei 2023 untuk membahas isu-isu bilateral dan regional di Labuan Bajo.

Sejak bergabungnya dengan ASEAN pada tahun 1995, Vietnam secara bertahap menjadi anggota yang aktif, memiliki motivasi diri dan bertanggung jawab, sebagaimana terlihat dari kontribusi praktisnya terhadap persatuan, kedewasaan serta pertumbuhan ASEAN.

Beberapa di antaranya adalah adopsi Piagam ASEAN 2007, Deklarasi Hanoi tentang Visi ASEAN 2020, Visi Komunitas ASEAN 2025 dan Rencana Induk yang mengimplementasikan tiga pilar politik-keamanan, ekonomi dan budaya-masyarakat. Vietnam juga membantu ASEAN untuk bermitra dengan pemain non-regional, termasuk China, Rusia, India dan Uni Eropa (UE).

Keanggotaannya di ASEAN memiliki implikasi sosial, politik, ekonomi dan keamanan yang penting. Vietnam mengintegrasikan keamanannya dengan seluruh Asia Tenggara dan menciptakan lingkungan yang menguntungkan untuk pembangunan ekonomi, yang telah meningkatkan industrialisasi dan modernisasi nasional dalam konteks integrasi regional.

Hal ini meningkatkan citra global Vietnam, yang mengarah pada kekuatan tawar-menawar yang lebih besar dengan negara adidaya seperti Amerika Serikat dan China. Sebagai penerima manfaat dari perang dagang AS-China, Vietnam menggunakan kesempatan ini untuk melakukan reformasi lebih lanjut guna memastikan posisinya dalam pergeseran baru dalam rantai nilai global.

Secara ekonomi, Vietnam optimis. Produk domestik brutonya (PDB) saat ini sebesar 420,75 miliar dolar AS, sedangkan PDB nominal per kapitanya senilai 4.217 dolar. Berkat kebijakan ekonominya yang bijaksana dan 17 perjanjian perdagangan bebasnya (FTA), Vietnam telah menjadi ekonomi dengan pertumbuhan tercepat kedua pada tahun 2022. PDB-nya tumbuh 8,02 persen pada tahun 2022, tepat di belakang Malaysia, yang PDB-nya tumbuh sebesar 8,7 persen di tahun 2022. Total perdagangannya mencapai 730 miliar dolar pada tahun 2022.

Investor asing menggelontorkan uang ke Vietnam untuk memanfaatkan keanggotaannya dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) dan FTA-FTA lainnya. Vietnam menarik $27,76 miliar investasi asing langsung di tahun 2022. PDB gabungan ASEAN saat ini adalah senilai 3,75 triliun dolar.
 
Selama 28 tahun terakhir, Vietnam juga telah bekerja keras untuk mengamankan perdamaian dan rekonsiliasi di antara negara-negara ASEAN yang pernah terpecah belah oleh perang. Ini membantu menangani perbedaan yang muncul antara negara-negara anggota dan mempromosikan sikap dan suara yang sama dalam urusan regional. Vietnam juga membantu memperluas hubungan dan mempromosikan kerja sama antara ASEAN dengan mitranya, meningkatkan peran internasional ASEAN, terutama peran sentral dan menentukan dalam forum-forum regional, seperti KTT Asia Timur (EAS), Forum Regional ASEAN (ARF) dan Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM+).

Sengketa Laut China Selatan

Laut China Selatan (LCS) adalah rute maritim vital yang menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik. Menurut beberapa ekonom, perdagangan global senilai sekitar 5,3 triliun dolar melewati perairan ini. China mengklaim lebih dari 90 persen LCS berdasarkan peta "Sembilan Garis Putus" yang kontroversial, yang dinyatakan ilegal oleh Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) yang berbasis di Den Haag pada tahun 2016.

Sebagai negara penuntut terbesar kedua di LCS setelah China, Vietnam sangat menentang peta ini. Ia memiliki perselisihan dengan China atas Teluk Tokin. Kepulauan Paracelnya juga diklaim oleh China. Sedangkan Kepulauan Spratly diklaim oleh Vietnam, China, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam.

China merebut Kepulauan Paracel pada tahun 1974 dan Johnson South Reef di Kepulauan Spratly di 1988. Pada tahun 2014, China secara ilegal menempatkan anjungan pengeboran di zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontinen Vietnam.
Vietnam tidak sendirian. Sebuah kapal penangkap ikan China telah bertabrakan dengan kapal Angkatan Laut Indonesia di Laut Natuna Utara pada tahun 2016. Kapal Penjaga Pantai China dan milisi penangkap ikan juga telah mengganggu nelayan Filipina selama beberapa tahun.

Vietnam dan anggota ASEAN lainnya menjunjung tinggi prinsip penyelesaian sengketa dengan cara damai, memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan stabilitas dan kerja sama di Asia Tenggara. Sikap bersama dan peran sentral ASEAN telah memungkinkan Vietnam untuk menerapkan prinsip dan mekanisme regional untuk mengonsolidasikan posisinya dalam menjaga hak dan kepentingan kedaulatannya di LCS, atau Laut Timur.

Menurut ASEAN, semua penggugat harus berpegang pada peraturan maritim internasional yang disebutkan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 untuk menyelesaikan sengketa. Baik ASEAN maupun China menandatangani Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak (DOC) di LCS pada tahun 2002. Namun, hal itu tidak cukup kuat untuk menjaga perdamaian di LCS.

“DOC tidak mengikat secara hukum, menjadikannya kesepakatan sukarela dan lemah. Itu adalah kesepakatan yang tidak menggigit dan tidak efektif dalam penyelesaian perbedaan isu Laut Timur,” tulis Pham Panh Bang, seorang ahli dari Vietnam, dalam jurnal Eurasia Review baru-baru ini.

Vietnam telah berupaya untuk memasukkan LCS ke dalam agenda ASEAN dan memastikan perselisihan ditangani dengan cara yang konstruktif. Ia telah menunjukkan dukungan yang konsisten untuk DOC, Prinsip Enam Poin ASEAN di LCS, dan Kode Etik Para Pihak (COC) di LCS yang akan segera diselesaikan. Semua negara ASEAN harus menandatangani COC dengan China karena merupakan tanggung jawab utama mereka untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan.

Hanoi menyerukan penyelesaian sengketa dengan cara damai berdasarkan hukum internasional dan UNCLOS 1982, termasuk melalui peraturan tentang menghormati ZEE dan landas kontinen negara-negara pantai.

“Untuk menjaga kestabilan situasi di Laut Timur di masa depan, anggota ASEAN perlu bersatu dan bekerja sama sebagai satu keluarga. Semua negara penuntut di ASEAN, terutama Malaysia, Filipina dan Vietnam, harus secara proaktif memainkan peran kunci di semua forum ASEAN. ASEAN harus fokus pada peningkatan solidaritas di antara negara-negara anggotanya dengan tujuan menghormati hukum internasional, melindungi kepentingan bersama, sehingga mengurangi risiko konflik,” ujar Pham.

Dalam upaya untuk menghormati hukum dan aturan internasional, adalah kewajiban bagi semua negarawan penuntut untuk menandatangani COC di LCS. Fleksibilitas dan inklusivitas merupakan kekuatan besar ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP), yang merupakan prioritas strategis bagi semua negara ASEAN. AOIP dirumuskan untuk memandu kerja sama dan mempromosikan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran yang memungkinkan sembari menegakkan arsitektur keamanan regional berbasis aturan.

Sudah saatnya mengubah nama LCS menjadi Laut Asia Tenggara seperti yang disebut di Vietnam sebagai Laut Timur dan di Filipina dinamakan sebagai Laut Filipina Barat. Di Indonesia LCS disebut sebagai Laut Natuna Utara. Lebih baik jika disebut Laut Asia Tenggara daripada LCS.

Vietnam adalah negara yang cinta damai. Ia ingin menyelesaikan semua sengketa Laut Timurnya dengan bekerja sama dengan ASEAN dan PBB untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasannya. Vietnam juga merupakan pendukung kuat Indonesia sebagai Ketua ASEAN untuk tahun 2023 dan upaya ASEAN yang berkelanjutan untuk menyelesaikan COC di LCS dengan China. Dari sisi ASEAN, semua penggugat harus menahan diri dan mengikuti aturan maritim internasional.

*Penulis adalah jurnalis senior yang berbasis di Jakarta

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

PDIP: Terima Kasih Warga Jakarta dan Pak Anies Baswedan

Jumat, 29 November 2024 | 10:39

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

UPDATE

Gegara Israel, World Central Kitchen Hentikan Operasi Kemanusiaan di Gaza

Minggu, 01 Desember 2024 | 10:08

Indonesia Harus Tiru Australia Larang Anak Akses Medsos

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:58

Gaungkan Semangat Perjuangan, KNRP Gelar Walk for Palestine

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:36

MK Kukuhkan Hak Pelaut Migran dalam UU PPMI

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:18

Jet Tempur Rusia Dikerahkan Gempur Pemberontak Suriah

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:12

Strategi Gerindra Berbuah Manis di Pilkada 2024

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:53

Kubu RK-Suswono Terlalu Remehkan Lawan

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:40

Pasukan Pemberontak Makin Maju, Tentara Suriah Pilih Mundur dari Aleppo

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:30

Dirugikan KPUD, Tim Rido Instruksikan Kader dan Relawan Lapor Bawaslu

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:06

Presiden Prabowo Diminta Bersihkan Oknum Jaksa Nakal

Minggu, 01 Desember 2024 | 07:42

Selengkapnya