Larangan dari Presiden Joko Widodo untuk kegiatan buka bersama (Bukber) bagi umat Islam baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat dinilai tidak bijak dan tidak adil.
“Tidak arif dan tidak adil,†ujar Din Syamsuddin dalam keterangannya, Kamis (23/3).
Menurut Din, kebijakan itu tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah nukber antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja aparatur sipil negara.
Sementara, dinilai tidak adil karena alasan surat edaran yang dikeluarkan Seskab Pramono Anung itu terkesan mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19.
“Bukankah Presiden sendiri melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan?†kata mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini.
Tak hanya itu, Din juga mempertanyakan belakangan Presiden Jokowi justru sering berada di tengah kerumunan dalam setiap kunjungannya.
Atas dasar itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menilai kebijakan larangan bukber untuk pejabat pemerintah dan masyarakat tersebut sangat tidak bijak.
Apalagi, sambungnya, kebijakan itu dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadhan yang antara lain mengadakan
Iftar Jama'i atau bukber.
“Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan buka puasa bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadhan yang baik yang sudah berjalan baik sejak dulu,†pungkasnya.