Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto/RMOL
Merespons penolakan kehadiran tim nasional Israel di ajang Piala Dunia U-20, mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengusulkan Indonesia menerapkan strategi kebijakan politik luar negeri alternatif.
Pria yang karib disapa Cak Nanto ini berpendapat, selama ini kita terus melakukan pengecaman dan penolakan terhadap Israel dan menginginkan kemerdekaan Palestina diakui dunia. Namun demikian, hingga hari ini belum ada solusi yang taktis.
Ia meminta pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan politik luar negeri jalan tengah. Dengan demikian, Indonesia bisa jadi negara yang berperan dalam memperjuangkan kedaulatan Palestina.
"Politik luar negeri mengecam terus menerus tidak berujung solusi kemerdekaan Palestina harus diubah. Perlu ada strategi polugri yang berbeda dari biasanya yang sudah puluhan tahun dilakukan. Yang penting jelas sesuai UUD 1945, Indonesia anti terhadap penjajahan dalam bentuk apapun," jelas Cak Nanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).
Lebih lanjut, Cak Nanto mengusulkan, kepesertaan Israel di ajang Piala Dunia diberlakukan syarat. Misalnya, tidak mengibarkan bendera Israel dan digantikan oleh bendera FIFA. Dengan cara itu, memberi pesan bahwa Israel harus bersama Indonesia menerima kemerdekaan Palestina sebagai negara bangsa.
Dia berpandangan, kepesertaan Israel di Piala dunia U20 hasil proses seleksi pertandingan yang panjang yang mengacu pada aturan FIFA. Sebagai tuan rumah, tambah Cak Nanto, Indonesia harus sukses dalam penyelenggaraan seperti even berlevel dunia lainnya.
"Kewajibkan mensukseskan dan membanggakan bangsa Indonesia adalah niscaya harus dikerjakan," kata Cak Nanto.
Ia mengaku khawatir, penolakan terhadap kehadiran timnas Israel hanyalah karena politik jangka pendek, bahkan mengarah ke perbedaan agama.
"Saya sangat yakin Indonesia bisa jadi model bagi negara lain menempatkan diri sebagai pihak yang paling keukeuh memperjuangan kemerdekaan Palestina," tandasnya.
Penolakan timnas Israel datang dari PKS dan PDIP. Bahkan Gubernur Bali I Wayan Koster melayangkan surat kepada Menpora bahwa Bali sebagai salah satu tuan rumah menolak. Kata Koster, penolakan itu sejalan dengan prinsip pemikiran Soekarno yang tegas menerima kemerdekaan Palestina.