Tambang emas di utara Bambari, Republik Afrika Tengah/Reuters
Sembilan warga negara China dilaporkan tewas diserang orang-orang bersenjata di wilayah Bambari di Republik Afrika Tengah.
Wali Kota Bambari Abel Matchipata mengatakan bahwa para korban adalah pekerja China di sebuah lokasi tambang yang dijalankan oleh Gold Coast Group yang berjarak 25 km dari kotanya.
"Kami telah menghitung sembilan mayat dan dua terluka," kata Matchipata, seperti dikutip dari
AP, Senin (20/3).
Ia mengatakan, serangan itu terjadi sekitar pukul 5 pagi waktu setempat.
Jenazah para korban dibawa ke Bangui, Minggu malam. Otoritas setempat mengatakan mereka sedang mengejar para penyerang, tetapi menolak berkomentar lebih lanjut.
Serangan Minggu pagi terjadi hanya beberapa hari setelah orang-orang bersenjata menculik tiga warga negara China di dekat perbatasan negara itu dengan Kamerun. Kejadian itu mendorong Presiden Faustin Archange Touadera untuk merencanakan perjalanan ke China sebagai upaya meyakinkan investor.
Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab, tetapi kecurigaan jatuh pada Koalisi Patriot untuk Perubahan, atau CPC, yang aktif di wilayah tersebut dan secara teratur melancarkan serangan terhadap angkatan bersenjata Afrika Tengah.
Anselme Bangue, yang mendukung pemerintahan presiden saat ini, menyebut serangan terhadap pengusaha China sebagai tindakan "pengecut yang tak terlukiskan".
“CPC tidak hanya memperlambat momentum ekonomi negara, tetapi sekarang menyerang fondasi pembangunan. Ini tidak bisa diterima,†kata Bangue.
CPC melalui juru bicaranya, Mamadou Koura, membantah tudingan itu. Mengklaim tanpa bukti bahwa tentara bayaran Wagner Rusia berada di balik insiden.
"Rusia telah merencanakan serangan itu dengan tujuan menakut-nakuti orang China yang telah hadir jauh sebelum Rusia menetap di bagian negara ini," katanya.
Meskipun memiliki kekayaan mineral emas dan berlian yang sangat besar, Republik Afrika Tengah tetap menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Segudang kelompok pemberontak telah beroperasi dengan impunitas di seluruh negara selama dekade terakhir, menggagalkan eksplorasi pertambangan oleh perusahaan asing.
Banyak dari mereka yang sekarang beroperasi di negara itu, yang kebanyakan dijalankan oleh China, menghadapi tantangan keamanan.
Pada 2020, dua warga negara China tewas ketika penduduk setempat memimpin pemberontakan terhadap tambang yang dioperasikan Tiongkok di Sosso Nakombo. Pada 2018, tiga warga China juga dibunuh oleh anggota masyarakat yang marah setelah seorang pemimpin setempat meninggal dalam kecelakaan berperahu saat menemani penambang Tiongkok ke sebuah lokasi.