Berita

Tangki penyimpanan untuk air olahan di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh akibat tsunami di kota Okuma, prefektur Fukushima, Jepang/Net

Dunia

Dinilai Berbahaya, Ilmuwan Jepang Tolak Rencana Pemerintah Buang Limbah Nuklir ke Laut

MINGGU, 12 MARET 2023 | 11:31 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Rencana Jepang untuk membuang air limbah terkontaminasi nuklir dari PLTN Fukushima Daiichi ke laut lepas terus memperoleh kecaman dari dalam maupun luar negeri.

Seorang profesor di Universitas Ryukoku, Kenichi Oshima, pada Sabtu (11/3) menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut, karena dinilai tidak tepat.

"Saya pikir tidak tepat untuk melepaskan zat radioaktif tambahan ini, dan saya memahami penentangan luas terhadap rencana semacam itu," ujarnya, seperti dimuat Xinhua.

Menurutnya, limbah nuklir tidak seperti bahan kimia berbahaya biasa, karena zat radioaktif tidak hilang tanpa perawatan kimia dan pemurnian alami juga tidak berhasil.

Mengenai rencana pemurnian limbah Advanced Liquid Processing System (ALPS) yang diusulkan oleh Tokyo Electric Power Company (TEPCO), Oshima cukup meragukan. Sistem tersebut karena dinilai tidak dapat menghilangkan nuklida dari air yang terkontaminasi.

"Ada malfungsi dalam sistem penghilangan multi-nuklida ALPS, dimana nuklida selain tritium belum dihilangkan di sekitar dua pertiga dari total 1,3 juta ton air limbah nuklir," jelasnya.

Oleh sebab itu, Oshima menyarankan beberapa cara lain untuk membuang limbah tersebut yang menurutnya lebih tepat dan tidak memakan banyak biaya.

Metode pertama adalah dengan terus menyimpan air limbah nuklir yang diolah dalam tangki, dan menunggu tritium meluruh hingga kurang dari seperseribu dari levelnya saat ini dalam lebih dari 120 tahun. Itu membutuhkan waktu 12,3 tahun.

Cara lain, menurut Oshima adalah dengan menyegelnya di bawah tanah setelah pemadatan mortar dan menunggu lebih dari 100 tahun.

Oshima juga memperkirakan  rencana pembuangan limbah ke laut itu tidak akan pernah dibenarkan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), karena akan berdampak panjang pada ekosistem laut dan manusia.

Populer

Investor IKN Hanya Dongeng!

Kamis, 06 Juni 2024 | 11:12

Perwakilan Kontraktor Minta Penegak Hukum Periksa Bupati Keerom

Senin, 10 Juni 2024 | 10:37

Dugaan Korupsi Askrida Naik Lidik

Senin, 10 Juni 2024 | 22:37

Konsesi Tambang Ormas Dicurigai Siasat Jokowi Kabur dari Kejaran Utang

Sabtu, 15 Juni 2024 | 12:27

Bey Machmudin Pastikan Tak Ada Ormas Keagamaan di Jabar yang Kelola Tambang

Rabu, 12 Juni 2024 | 00:19

Bey Machmudin Siapkan Bonus Kontingen Peparnas 2024

Selasa, 11 Juni 2024 | 13:16

Penyidik KPK Sita Handphone Hasto dan Geledah Ajudan

Senin, 10 Juni 2024 | 15:24

UPDATE

Ribuan Warga Prancis Tolak Kemenangan Partai Sayap Kanan

Minggu, 16 Juni 2024 | 11:59

Harga Bahan Pokok Jelang Idul Adha Normal

Minggu, 16 Juni 2024 | 11:45

Santri Harus Berkontribusi Pecahkan Masalah Masyarakat

Minggu, 16 Juni 2024 | 11:43

Ono Surono Serukan Kader Menangkan Nina Agustina

Minggu, 16 Juni 2024 | 11:19

2.500 Warga Gaza Gagal Pergi Haji Tahun Ini

Minggu, 16 Juni 2024 | 11:08

Salat Id di Al-Azhar, Jimly Doakan Jemaah Indonesia Mabrur

Minggu, 16 Juni 2024 | 10:59

Anak Emas Prabowo Didukung Forum Penggerak Desa

Minggu, 16 Juni 2024 | 10:46

Dikuasai Pihak Ketiga, KPK Ambil Alih Sumber Mata Air Ambung

Minggu, 16 Juni 2024 | 10:29

KPK Temukan 53 Tambang Galian C Ilegal di Lombok Timur

Minggu, 16 Juni 2024 | 10:17

Di KTT Swiss, Kamala Harris Umumkan Paket Bantuan Rp24 Triliun untuk Ukraina

Minggu, 16 Juni 2024 | 10:14

Selengkapnya